kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

DJP revisi aturan CFC karena faktor ini


Senin, 13 Maret 2017 / 20:55 WIB
DJP revisi aturan CFC karena faktor ini


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Tak lama lagi, lewat otoritas Pajak, Kementerian Keuangan (Kemkeu) akan mengeluarkan aturan controlled foreign company (CFC). Aturan ini mencegah praktik manipulasi dengan tax planning yang matang atau sengaja mentransfer laba (profit shifting) yang diperoleh perusahaan ke negara dengan tarif pajak rendah (tax haven).

Pasalnya, saat ini banyak praktik trust di luar negeri di mana perusahaan dengan sengaja mendirikan anak perusahaan di luar negeri dengan tujuan agar bisa mengalihkan laba perusahaan ke negara bertarif pajak rendah.

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Poltak Maruli John Liberty Hutagaol mengatakan, pihaknya tengah melakukan revisi dari aturan yang ada saat ini.

“Karena yang sekarang kurang efektif mencegah praktik penghindaran pajak. Oleh karena itu kami sedang ongoing untuk revise. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini PMK bisa ditekan oleh Menteri Keuangan,” kata John di Gedung Mar'ie Muhammad Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Senin (13/3).

“Ya, mudah-mudahanan bulan ini atau bulan depan,” lanjutnya.

Pada intinya, menurut John, aturan yang baru akan menjadi regulasi yang lebih efektf, terutama untuk memperkuat definisi CFC itu sendiri. “Sehingga kelemahan dari peraturan sekerang bisa kita atasi, inline dengan BEPS action 3,” ujarnya.

Asal tahu saja, saat ini dalam aturan yang eksisting yaitu dalam UU PPh hanya berisi kewenangan Menteri Keuangan untuk menetapkan saat diperolehnya deemed dividend. Adapun syarat penyertaan modal minimal 50% dari satu atau lebih Wajib Pajak (WP) dalam negeri.

Dalam aturan itu juga tidak mengatur besaran deemed dividend. Selain itu, penyertaan secara tidak langsung dan penyertaan melalui trust dan sejenisnya juga tidak bisa dijangkau.

Soal persentase sendiri menurut John dalam PMK yang baru masih akan memiliki syarat penyertaan modal yang sama, “Berapa persennya sama, tapi definisinya yang kami perkuat sehingga kelemahan yang sekarang bisa kita tutupi,” ujarnya.

John melanjutkan, praktik penghindaran pajak yang mungkin muncul dari lemahnya aturan yang ada ini menjadi target DJP dalam waktu dekat karena pihaknya fokus kepada penerimaan.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, potensi penerimaan bila aturan yang ada direvisi oleh pemerintah akan besar sekali. Karena faktanya, banyak sekali WP Indonesia menghindar pajak dengan skema ini. Oleh karena itu, aturan ini patut diselesaikan dalam waktu dekat agar bisa mengamankan penerimaan pajak usai amnesti pajak agar otoritas pajak tidak 'mati gaya'.

“Terkonfirmasi dari hasil pemeriksaan dan data, misal Panama Papers,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×