kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.907.000   -4.000   -0,21%
  • USD/IDR 16.203   -10,00   -0,06%
  • IDX 6.864   -14,20   -0,21%
  • KOMPAS100 999   -3,10   -0,31%
  • LQ45 763   -2,26   -0,29%
  • ISSI 226   -0,55   -0,24%
  • IDX30 393   -1,27   -0,32%
  • IDXHIDIV20 454   -1,69   -0,37%
  • IDX80 112   -0,33   -0,30%
  • IDXV30 114   -0,06   -0,05%
  • IDXQ30 127   -0,65   -0,51%

5 Hal Ini yang Bakal Jadi Tekanan Ekonomi Global Tahun Depan


Jumat, 21 Oktober 2022 / 06:44 WIB
5 Hal Ini yang Bakal Jadi Tekanan Ekonomi Global Tahun Depan
ILUSTRASI. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, BI melihat ada 5 tantangan yang perlu diwaspadai. Terutama, menyangkut perekonomian global pada tahun 2023.


Reporter: Bidara Pink | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonomi Indonesia harus menghadapi tekanan baru dari perekonomian global. Bank Indonesia (BI) melihat adanya tantangan yang perlu diwaspadai. Terutama, menyangkut perekonomian global pada tahun 2023.

“Kondisi ekonomi dan keuangan global pada tahun depan masih penuh tantangan. Setidaknya, ada lima tantangan yang perlu kita waspadai,” terang Gubernu BI Perry Warjiyo, Rabu (19/10) dalam pertemuan secara daring.

Tantangan pertama, potensi perlambatan ekonomi global. Perlambatan ekonoi global ini bisa mendorong perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara maju maupun negara berkembang.

Kedua, tantangan inflasi yang masih tinggi. Risiko kenaikan inflasi masih muncul dari ketegangan geopolik yang berlanjut sehingga mengganggu mata rantai pasok perdagangan global.

Ketiga, kenaikan suku bunga agresif negara-negara maju untuk mengendalikan inflasi.

Baca Juga: Rekor, Rupiah Pasar Spot Tembus Rp 15.572 Per Dolar Setelah Suku Bunga Acuan BI Naik

Perry melihat negara seperti Amerika Serikat (AS) masih akan mengerek suku bunga acuan menjadi 4,75% pada tahun 2023. Belum lagi, negara-negara di Eropa juga berpotensi masih kerek suku bunga acuan.

Sayangnya, Perry tidak bisa menjamin kenaikan suku bunga acuan ini bisa segera menurunkan inflasi di negara maju tersebut. Pasalnya, masalah inflasi bukan hanya dari sisi permintaan, tetapi juga dari sisi suplai.

Keempat, dolar AS yang masih perkasa. Bila dolar AS menguat, maka akan memberi tekanan ekstera terhadap mata uang di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Kelima, persepsi investor. Di tengah situasi yang tidak pasti ini, Perry memandang kecenderungan investor untuk menarik dananya dari negar aberkembang, terutama investasi portofolionya. Ini juga bisa membawa ketidakpastian terhadap pergerakan nilai tukar negara berkembang.

Dengan perkembangan tersebut, Perry memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2023 maksimal 2,6% yoy. Ini lebih rendah dari perkiraan pertumbuhan global pada tahun 2022 yang sebesar 3% yoy.

“Bahkan, ada risiko pertumbuhan ekonomi global 2023 lebih rendha dari itu. Perlambatan terutama terjadi di negara AS, Eropa, juga China,” kata Perry.

Baca Juga: Per 19 Oktober 2022, BI Sudah Beli SBN di Pasar Perdana Rp 138,08 Triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×