kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Wacana pencabutan subsidi KRL Jabodetabek menuai kritik


Kamis, 15 Februari 2018 / 22:09 WIB
Wacana pencabutan subsidi KRL Jabodetabek menuai kritik
ILUSTRASI. KRL di Stasiun Cikarang


Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pencabutan subsidi KRL Commuter Line yang diajukan PT Kereta Commuter Indonesia (PT KCI) menuai pro dan kontra. Meski kebijakan ini ditujukan agar subsidi transportasi publik lebih tepat sasaran, namun dikhawatirkan akan mendorong penggunaan kendaraan pribadi.

Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai, latar belakang wacana tersebut dari kajian Kementerian Perhubungan di tahun 2017. Dalam kajian ini ditemukan pengguna rutin KRL Jabodetabek dalam kategori pekerja, hanya berkisar 3%-5% di akhir pekan yang menggunakan moda transportasi ini. Selebihnya, banyak penumpang situasional yang memanfaatkan tarif murah KRL untuk perjalanan wisata akhir pekan.

"Dari hasil surveinya, orang mampu tidak keberatan dinaikkan tarif di hari libur," ucap Djoko kepada Kontan.co.id, Kamis (15/2).

Tapi, dia bilang untuk pencabutan subsidi di hari kerja, pemerintah harus melakukan kajian mendalam. Jika kebijakan tersebut tidak tepat, bisa jadi akan mendorong peningkatan pengunaan kendaraan pribadi.

Solusinya, pemerintah bisa melakukan secara bertahap, sambil menetapkan kategorisasi subsidi agar lebih tepat sasaran, pencabutan PSO bisa dilakukan terlebih dahulu pada akhir pekan. "Karena subsidi ini intinya untuk hari kerja, bagi orang yang menggunakan KRL," kata Djoko.

Terpisah, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengingatkan, pemerintah dalam konteks transportasi massal, pendekatan yang dilakukan tidak harus melihat kaya atau miskin. Fungsi angkutan umum ia bilang punya tujuan untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi alias mengurangi kemacetan di jalan raya.

"Sehingga tarif murah untuk memberikan insentif pada penguna KRL agar rela tak mengunakan kendaraan pribadinya. Dan itu terbukti di stasiun-stasiun KRL penuh mobil dan motor parkir," jelas dia.

Nah, jika subsidi ini dicabut maka masyarakat akan terdorong untuk kembali menggunakan kendaraan pribadi. Lalu lintas Jabodetabek akan semakin macet. Jadi menurut Tulus wacana pencabutan PSO tersebut tak seharusnya dilakukan, dan masih diperlukan subsidi untuk menekan kemacetan dan penggunaan kendaraan pribadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×