kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Terancam pailit, ini jawaban United Coal Indonesia


Selasa, 10 November 2015 / 11:48 WIB
Terancam pailit, ini jawaban United Coal Indonesia


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Kesepakatan perdamaian antara PT United Coal Indonesia (UCI) dan kreditur terancam dibatalkan. Dua krediturnya, telah mengajukan permohonan pembatalan perdamaian yang bisa berujung memailitkan perusahaan batubara ini. 

Permohonan tersebut diajukan oleh PT GMT Indonesia dan PT Palaran Indah Lestari. Mereka beralasan, UCI telah lalai melaksanakan proposal perdamaian yang telah disepakati 14 Januari 2015 lalu.

Pihak UCI mengaku ada masalah pembayaran tagihan pada kreditur lantaran tengah mengalami kesulitan bisnis.

Djamalludin, kuasa hukum UCI mengatakan, kliennya memang tengah mengalami kesulitan finansial karena terkena dampak global. “Seperti diketahui memang ekonomi dan keadaan komoditas tahun ini tidak terlalu bagus,” ungkap dia kepada KONTAN, Jumat (7/11). 

Sekadar informasi, UCI merupakan perusahaan yang bergerak di bidang batubara dan memiliki pertambangan di wilayah Kalimantan Timur.

Meski begitu, pihaknya masih memiliki iktikad baik untuk menyelesaikan utang-utang kepada seluruh kreditur. “Kami masih ingin menyelesaikan utang tapi di sisi lain kondisi perusahaan juga sedang sulit,” tambah dia. Apalagi ditambah, saat ini tambang-tambang miliki UCI sudah tak beroperasi.

Kendati demikian, ia masih yakin adanya kemungkinan tambang-tambang batu bara itu kembali beroperasi awal tahun depan. Namun, UCI tidak bisa memberi garansi akan kemungkinan dimulainya lagi operasi. 

Pihaknya juga tak mencari investor sebagai langkah alternatif untuk membayar seluruh tagihan.

Sekadar informasi, status penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang disandang UCI pun merupakan permohonan yang diajukan sendiri secara sukarela. 

Itu sebagai bentuk perlawanan terhadap permohonan pailit dari CV Exsiss Jaya dan CV Satria Dura Perdana kepadanya. Kedua perusahaan itu memiliki piutang Rp 103, 81 juta dan Rp 116,13 juta kepada UCI.

UCI tercatat memiliki 68 kreditur konkruen dengan total tagihan Rp 70,39 miliar dan satu kreditur separatis, yakni Bank Mandiri dengan nilai tagihan Rp 880 miliar.

Saat debitur menyampaikan proposal perdamaian, sebanyak 63 kreditur dengan jumlah suara 5.616 dan mewakili tagihan sebesar Rp 56,16 miliar menyetujui proposal tersebut dengan persentase suara mencapai 80%. Adapun, lima kreditur lainnya dengan jumlah suara 1.424 dan total tagihan Rp 14,23 miliar menolak.

Nah, kuasa hukum para pemohon, Sarah Lasmaria Hutabarat mengatakan, UCI sudah tak melakukan pembayaran tagihan sesuai proposal perdamaian Januari lalu tersebut. PT GMT dan Palaran merupakan kreditur konkuren dari UCI.

Adapun tagihan dari keduanya masing-masing sebesar US$1,1 juta kepada PT Palaran Indah Lestari dan US$55.000 kepada PT GMT Indonesia.

Dalam proposal perdamaian yang telah dihomologasi tersebut UCI menawarkan pembayaran tagihan kepada para kreditur konkurennya dengan menbayarkan Rp 20 juta di awal. Selanjutnya, sisanya dicicil mulai Juli 2015 sebesar 12,5% setiap bulannya dan berakhir pada Januari 2017 atau satu tahun lebih.

Sarah mengemukakan kliennya sempat menerima pembayaran sebesar Rp 20 juta, tetapi hanya sekali dan setelah itu tidak ada pembayaran lagi. Itu sebabnya pihaknya memutuskan untuk mengajukan permohonan pembatalan perdamaian. Terlebih, menurut Sarah, debitur terlihat sudah kesulitan untuk meneruskan kegiatan usahanya.

Permohonan pembatalan perdamaian diatur dalam Pasal 170 Undang-Undang No. 34/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Pasal tersebut menyatakan kreditur dapat menuntut pembatalan suatu perdamaian yang telah disahkan apabila debitur lalai memenuhi isi perdamaian tersebut.

Proses persidangan perkara pembatalan perdamaian ini sudah memasuki tahap pembuktian. Sidang akan dilanjutkan kembali pada Selasa (10/11) dengan agenda kelengkapan bukti.

Majelis hakim yang dipimpin Titik Tejaningsih juga meminta kepada pemohon untuk menyampaikan surat kesediaan dari kurator yang diusulkan. “Terlepas permohonan ini diterima atau tidak, pemohon harap segera menyampaikan surat pernyatan bersedia dari kurator,” katanya dalam persidangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×