kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45933,60   5,25   0.57%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sumatera Persada Energi terancam pailit


Selasa, 02 Desember 2014 / 22:46 WIB
Sumatera Persada Energi terancam pailit
ILUSTRASI. INPP


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. PT Sumatera Persada Energi (SPE) menghadapi gugatan kasasi dari dua krediturnya. Para kreditur tersebut mengajukan kasasi pembatalan perdamaian karena khawatir SPE tidak dapat menjalankan proposal perdamaian. Dan memohon agar majelis hakim MA memailitkan SPE.

Permohonan kasasi pembatalan homologasi tersebut diajukan PT Hartika Gemilang dan PT Berkat Bintang Gemilang pada 24 Oktober 2014 lalu. Kedua kreditur ini memohon agar majelis hakim di Mahkamah Agung (MA) membatalkan putusan perkara No. 42/Pdt.Sus/PKPU/2014/PN.Jkt.Pst. Kreditur juga menyeret tim pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sebagai turut termohon.

Dalam berkas memori kasasi kasasi yang diajukan, kuasa hukum para pemohon Muhammad Ismak mengatakan Majelis hakim Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat telah salah dalam menerapkan hukum.Sebab pelaksanaan perdamaian yang diajukan SPE tidak cukup terjamin. Hal itu sesuai Pasal 285 ayat 2 huruf B Undang-Undang No.37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU.

Menurut Ismak, pasal tersebut menyebutkan pengadilan wajib menolak mengesahkan perdamaian apabila pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin. Nah dalam rapat kreditur saat voting, salah satu kreditur yakni PT Tri Mandala Yudha mencabut tagihannya dan telah dicatat dalam berita acara rapat. Pencabutan tersebut diikuti dengan rencana penarikan fasilitas produksi yang ada pada SPE.

Pencabutan fasilitas produksi tersebut, lanjut Ismak, berpotensi mengganggu alur produksi minyak milik SPE dan mengganggu kelangsungan operasionalnya. Hal itu tentu saja berefek pada rencana perdamaian yang telah disetujui. Artinya tidak ada lagi jaminan rencana perdamaian itu terlaksana.

Dalam proposal perdamaiannya, SPE menargetkan produksi minyak yang pendapatannya akan digunakan sebagai sarana pembayaran utang bisa menurun dari angka proyeksi perusahaan minyak tersebut.

SPE menargetkan rata-rata jumlah minyak yang dihasilkan hanya 450 barrel oil per day (BPOD), sedangkan target yang diminta oleh pemerintah berkisar antara 2.500-4.000 BPOD. Fakta tersebut menunjukkan SPE tidak pernah memenuhi target sejak awal produksi.

Menurut Ismak, dalam rencana perdamaian, rata-rata jumlah minyak yang dihasilkan pada periode tersebut mampu menghasilkan pendapatan Rp1,16 miliar per bulan. Adapun, total utang yang dimiliki SPE terdiri dari kreditur separatis Rp 51,2 miliar, kreditur konkuren Rp 571,2 miliar, dan kreditur preferen Rp 56,9 juta.

Dengan pertimbangan itu, Ismak menilai majelis telah lalai dalam mempertimbangkan hal tersebut dan membiarkan terjadinya pengesahan perjanjian perdamaian. Terlebih, produksi minyak SPE telah menurun hingga di bawah 1 juta barrel pada periode Januari-September 2014.

Dengan alasan tersebut, IsmakĀ  meminta majelis hakim MA membatalkan putusan homologasi SPE dan menyatakan termohon kasasi pailit dengan segala akibat hukumnya. Ismak mengajukan nama calon kurator Kristandar Dinata dan Ryan Gunawan Lubis bila SPE pailit.

Sementara kuasa hukum SPE Allova Mengko enggan mengomentari perkara ini. "Saat ini saya belum bisa memberikan komentar atas gugatan itu," terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×