kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Salah strategi bikin perjanjian dagang rugi


Selasa, 23 Maret 2021 / 21:51 WIB
Salah strategi bikin perjanjian dagang rugi
ILUSTRASI. Pekerja melakukan bongkar muat peti kemas. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.


Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Maraknya perjanjian dagang yang dilakukan Indonesia belakang ini harus mendapatkan evaluasi.

Pasalnya, Indonesia masih menargetkan akan melakukan perjanjian dagang dengan sejumlah negara ke depan. Direktur Eksekutif CORE Mohammad Faisal menerangkan Indonesia masih banyak merugi dari perjanjian dagang yang telah dilakukan.

Meski ekspor mengalami kenaikan, impor yang dilakukan disebut Faisal lebih besar. Sehingga neraca dagang Indonesia cenderung semakin tertekan.

"Kebanyakan dari perjanjian yang sudah kita tandatangani sebelumnya dampaknya terhadap peningkatan ekspor memang ada, tapi dampak pada peningkatan impor lebih besar," ujar Fiasal saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (23/3).

Masalah strategi menjadi penyebab meruginya Indonesia akibat perjanjian dagang. Pasalnya dalam negosiasi barang yang dibuka pada perjanjian dagang tidak berdasarkan pada kajian yang komperhensif.

Baca Juga: Bahas ratifikasi IE-CEPA di DPR, Mendag sampaikan manfaat kerja sama perdagangan

Hal itu seringkali membuat produk yang dibuka tidak dimanfaatkan oleh pelaku usaha. Sementara produk yang dibuka oleh Indonesia dengan mitra dagang lebih efisien. "Jadi list (barang yang ditawarkan) itu dibuat berdasarkan usulan pelaku usaha, kalau tidak ada request dari pelaku usaha bahkan pelaku usaha menolak buat apa dikasih list," terang Faisal.

Masalah sosialisasi juga menjadi kendala dalam pemanfaatan perjanjian dagang. Setelah pemerintah meresmikan implementasi perjanjian dagang, pelaku usaha masih belum banyak memanfaatkan hal tersebut.

Faisal mencontohkan pemanfaatan Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komperhensif Indonesia dan Australia (IA-CEPA) yang telah resmi diimplementasikan pada Juli 2020 lalu. Pelaku usaha Indonesia masih banyak yang mengekspor dengan menggunakan skema kerja sama Australia dengan ASEAN. "Sosialisasi itu bukan setelahnya (perjanjian ditandatangan) tapi sebelumnya," jelas Faisal.

Meski begitu, Faisal menyebut pasar non tradisional yang menjadi tujuan perjanjian dagang ke depan memiliki potensi besar. Meski begitu pertimbangan komperhensif harus dilakukan secara lebih baik.

Sebagai informasi, Indonesia telah menyelesaikan 22 perjanjian dagang hingga saat ini. Sementara itu ada 11 perjanjian dagang yang sedang berproses dimana 8 di antaranya ditargetkan akan selesai pada tahun 2021 ini.

Selanjutnya: Dapatkan tarif bea masuk 0%, Kemendag optimistis perkecil defisit dengan Australia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×