kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ramalan ekonom: Inflasi Agustus melandai


Minggu, 03 September 2017 / 16:04 WIB
Ramalan ekonom: Inflasi Agustus melandai


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dessy Rosalina

KONTAN.CO.ID - Berbeda dengan Agustus tahun lalu yang mengalami deflasi, Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Agustus tahun ini diperkirakan masih akan mencatat inflasi, walau tipis.

Sebagian besar ekonom yang dihubungi KONTAN memperkirakan inflasi Agustus 2017 yang akan diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) Senin (4/9) besok di rentang 0,04%-0,6%. Proyeksi ini lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 0,22%.

Sejak tahun 2014, inflasi Agustus memang tercatat lebih rendah dari bulan sebelumnya. Tahun 2014, inflasi Agustus tercatat sebesar 0,47%, Agustus 2015 sebesar 0,39%, dan Agustus 2016 mengalami deflasi 0,02%.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan, inflasi Agustus sebesar 0,05% dan 3,94% year on year (YoY). Rendahnya inflasi itu disebabkan oleh penurunan sejumlah harga bahan pangan seperti cabai merah, cabai merah keriting dan bawang merah.

Walaupun terdapat beberapa harga komoditas yang cenderung naik seperti daging sapi, daging ayam, dan beras.

"Administered prices (harga yang diatur pemerintah) juga cenderung terkendali didorong oleh normalisasi tarif transportasi udara dan antar kota setelah mencapai puncaknya pada mudik lebaran," kata Josua kepada KONTAN, Sabtu (2/9) lalu.

Ekonom Maybank Indonesia Juniman juga memperkirakan, inflasi bulan lalu sebesar 0,04% dan 3,93% year on year (YoY). Menurutnya, inflasi Agustus tahun ini sulit mencatat deflasi seperti yang terjadi di Agustus tahun lalu.

Sebab, biaya pendidikan, khususnya perguruan tinggi meningkat. Selain itu, harga emas dan perhiasan juga naik.

Sementara itu, meski memproyeksi inflasi Agustus sebesar 0,04%, Ekonom Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Bhima Yudhistira melihat peluang deflasi di bulan lalu masih tetap terbuka.

Bhima juga mengatakan, perlunya antisipasi inflasi musiman uang akan datang, khsusnya di di November dan Desember nanti. "Karena libur Natal dan tahun baru, ada kenaikan permintaan terutama pangan dan angkutan," kata Bhima.

Pihaknya juga optimistis, laju inflasi hingga akhir tahun masih berada di level yang aman, sebesar 4%-4,3%, meski sedikit di atas inflasi tahun lalu. Sehingga hal itu memberikan peluang bagi Bank Indonesia (BI) untuk kembali memangkas suku bunga acuannya (BI 7-Day Reverse Repo Rate) sebesar 25 basis points (bps) lagi.

Akan tetapi, "Kalau turun lagi tahun ini tekanan eksternalnya masih besar terutama kondisi geopolitik, Fed Rate dan perubahan balance sheet Fed," tambah Bhima.

Ekonom SKHA institute for Global Competitiveness Eric Sugandi juga melihat, selain mulai normalnya harga untuk komoditas pangan dan transportasi, rendahnya inflasi Agustus juga terjadi karena tidak adanya penyumbang inflasi utama selama enam bulan tahun ini, yaitu inflasi administered prices.

Oleh karena itu, meski memproyeksi inflasi Agustus sebesar 0,05%, Eric juga melihat peluang terjadinya deflasi masih ada. Meski terjaga, ia melihat BI akan menahan suku bunga acuannya di level 4,5% sepanjang sisa tahun ini, bahkan hingga tahun depan.

"Karena real ineterst ratenya (suku bunga nominal-ekspektasi inflasi) sudah di bawah 1%, beresiko jika BI pangkas lagi dalam situasi global yang masih banyak ketidakpastian," kata Eric.

Meski begitu, Ekonom Bank Central Asial (BCA) David Sumula justru memperkirakan IHK bulan lalu mencatat deflasi 0,03%. Hal itu dipengaruhi oleh deflasi pada kelompok harga pangan yang bergejolak dan administered prices.

"Permintaan secara agregat juga cenderung stagnan dan ada faktor ekspektasi yang mendorong inflasi rendah," tambahnya.

Berikut daftar proyeksi inflasi Agustus 2017 (dalam Bulanan vs Tahunan); 
1. David Sumual (Bank Central Asia) = -0,03% vs 3,7%
2. Juniman (Maybank Indonesia) = 0,04% vs 3,93%
3. Bhima Yudhistira (Institute for Development of Economics & Finance) = 0,04%
4. Josua Pardede (Bank Permata) = 0,05% vs 3,94%
5. Eric Sugandi (SKHA Institute for Global Competitiveness)= 0,05% vs 3,94%
6. Andry Asmoro (Bank Mandiri) 0,06% vs 3,94%
7. Aldian Taloputra (Standard Chartered Bank Indonesia)= 0,12% vs 4,02%
8. Gundy Cahyadi (Development Bank of Singapore) = 4,1%
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×