kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat: Pembatasan kegiatan di Jawa dan Bali sudah terlambat dan tak efektif


Rabu, 06 Januari 2021 / 23:55 WIB
Pengamat: Pembatasan kegiatan di Jawa dan Bali sudah terlambat dan tak efektif
ILUSTRASI. JAKARTA,19/11-AKUMULASI PELANGGAR PSBB. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Fahriyadi | Editor: Fahriyadi .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana melakukan pembatasan kegiatan masyarakat alias Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di seluruh provinsi di Pulau Jawa dan Bali mulai 11 Januari hingga 25 Januari 2021 mendatang.

Kebijakan ini diambil tak lepas karena melihat tren penambahan kasus positif cvirus corona (Covid-19) setiap harinya yang kini berkisar pada 6.000-8.000 kasus per hari.

Hanya saja, kebijakan PSBB dan pembatasan ini dinilai Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio sudah sangat terlambat. Pasalnya, angka kasus positif corona di Indonesia sudah terlanjur tinggai dan sulit utuk ditekan.

“Kita patut menyesali keputusan untuk tidak lockdown 10 bulan lalu karena imbasnya jadi seperti saat ini. Ketika pemerintah mencari jalan tengah antara kesehatan dan ekonomi akhirnya selama 10 bulan tak mampu menekan kasus,” ujar dia kepada kontan.co,id, Rabu (6/1).

Agus menuturkan, pemerintah terlihat tak konsisten dalam kata dan perbuatan terkait penanganan kasus corona ini. Disatu sisi ingin agar ekonomi jalan tapi kesehatan tertap dijaga dan dipantau, namun pengawasannya justru lemah sehingga penularan terjadi di banyak tempat.

Menurut Agus, biaya yang harus ditanggung negara saat ini jauh lebih besar ketimbang 10 bulan lalu saat kasus corona masuk ke tanah air. Dia memperkirakan bila pemerintah dulu berani menutup semua kegiatan dan aktivitas serta mampu menanggung biaya hidup masyarakatnya selama satu bulan penuh ongkosnya bisa lebih murah dan penambahan kasus tak setinggi saat ini.

Kendati sudah terlambat, tapi Agus menghormati langkah dan kebijakan pemerintah ini, namun dia tak yakin langkah PSBB ini bisa efektif bila penengakan hukumnya masih lemah, apalagi dari seluruh provinsi di Jawa dan Bali hanya DKI Jakarta dan Jawa Timur yang punya Peraturan Daerah (Perda) terkait pemebrian sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan berupa pidana kurungan dan denda.

“Wilayah lain hanya memiliki aturan berupa peraturan kepala daerah (perkada) yang tidak kuat secara hukum untuk menjatuhkan sanksi kepada masyarakat,” ungkap dia.

Dia juga meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengutamakan sisi kesehatan ketimbang ekonomi bila situasi sudah darurat seperti saat ini, mengingat tenaga kesehatan sudah banyak yang bertumbangan dan fasilitas kesehatan juga terancam tak mampu lagi menampung pasien baru.

Seperti diketahui, Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah memutuskan untuk memberlakukan pembatasan kegiatan namun bukan pelarangan kegiatan di wilayah Jawa dan Bali selama 14 hari ke depan terhirtung mulai 11 Januari hingga 25 Januari 2021.

Pembatasan dilakukan karena provinsi di Jawa dan Bali memiliki satu atau lebih dari empat parameter pembatasan sosial yang ditetapkan pemerintah, yakni angka kasus positif aktif di wilayah tersebut diatas rata-rata nasional yakni 14%, angka kematian pasien Covid-19 diatas rata-rat nasional yakni 3%.

Selain itu, keterpakaian fasilitas tempat tidur dan ICU di rumah sakit diatas rata-rata nasional yang mencapai 70%, serta angka kesembuhan yang berada dibawah rata-rata nasional yakni 84%.

Dengan PSBB ini, Airlangga bilang kapasitas aktivitas perkantoran mayoritas bekerja dari rumah (work from home/WFH) sebesar 75%, kemudian pengunjung restoran maksimal hanya 25% kapasitas untuk bisa makan ditempat dan selebihnya dibawa pulang (take away).

Airlangga berharap penerapan pembatasan atau PSBB ini mampu menekan kasus corona yang belakangan mulai meningkat, apalagi saat ini bsebagian masyarakat baru pulang setelah libur Natal dan Tahun Baru di luar kota sehingga diharapkan tak terjadi klaster penularan baru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×