kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menko Airlangga Buka Suara Soal Penerapan Pajak Karbon hingga Tarif PPN 12%


Selasa, 23 April 2024 / 19:35 WIB
Menko Airlangga Buka Suara Soal Penerapan Pajak Karbon hingga Tarif PPN 12%
ILUSTRASI. penerintah berniat penerapan kebijakan perpajakan mulai dari pajak karbon, MBDK dan tarif PPN 12%


Reporter: Rashif Usman | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka suara soal penerapan kebijakan perpajakan mulai dari pajak karbon, Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) dan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%.

"(Pajak) karbon dan cukai (MBDK) nanti kita lihat di akhir tahun. Soal kenaikan tarif PPN 12% itu pun nanti akan dibahas dalam rangka APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Dibahas di APBN implementasinya kapan," kata Airlangga di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Selasa (23/4).

Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar mengatakan bahwa kebijakan perpajakan seperti kenaikan PPN 12%, penerapan pajak karbon hingga cukai minuman berpemanis dan plastik perlu diimplementasikan.

"Kita tahu bahwa negara ini butuh penerimaan yang besar untuk membiayai kebutuhan pembangunan, perlindungan sosial, dan menggaji para pelaksana pelayanan publik secara layak," kata Fajry kepada Kontan, Selasa (23/4). 

Baca Juga: Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan Baru Mencapai 23,1%

Tanpa penerimaan yang mencukupi, lanjutnya, tak mungkin suatu pemerintahan dapat memenuhi janji-janji politiknya. Program makan siang gratis misalnya, butuh kurang lebih Rp 450 triliun. 

"Tanpa adanya tambahan penerimaan pajak, tidak akan jalan program tersebut," ujarnya.

Ia melanjutkan, implementasi dari pajak karbon dan cukai berpemanis tidak hanya memberikan benefit dari peningkatan penerimaan negara, namun juga menguntungkan bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.

"Sedangkan PPN selama ini sebagai sumber penerimaan yang paling dapat diandalkan. Dari ketiga opsi, kenaikan tarif PPN potensi penerimaannya paling besar. Selain itu, tidak perlu ada tambahan administrasi yang perlu dilakukan," ucapnya.

Fajry mengungkapkan potensi penerimaan untuk pajak karbon belum sempat dihitung. "Namun dari keterangan studi pihak lain  memperkirakan sampai Rp 23 triliun, sedangkan yang lain sampai Rp 57 triliun. Tergantung besaran asumsi tarif," tuturnya.

Sedangkan untuk cukai MBDK, dalam Perpres 76 tahun No. 76 tahun 2023, ditargetkan sebesar Rp4,38 triliun untuk tahun 2024.

Baca Juga: Pemerintah Targetkan Tax Ratio Capai 11,2%-12% Tahun Depan, Ekonom: Harus Hati-hati

Sedangkan untuk kenaikan tarif PPN sebesar 1%, berdasarkan kinerja kenaikan tarif PPN tahun 2022 kami perkirakan akan lebih dari Rp100 triliun. 

"Artinya, dari ketiga opsi yang ada, kenaikan tarif PPN sebesar 1% paling berpotensi menghasilkan penerimaan paling besar," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×