kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menkeu: Beban bunga utang turun karena APBN stabil


Selasa, 11 Juli 2017 / 22:01 WIB
Menkeu: Beban bunga utang turun karena APBN stabil


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dirinya melihat ada penurunan dari cost beban bunga utang Indonesia. Menurut dia, hal ini lantaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia dianggap stabil.

“APBN kita dianggap stabil sehingga hampir seluruh surat utang kita turun bebannya hampir 150 bps,” kata Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Selasa (11/7). Menurut dia, kondisi ini menggambarkan bahwa penelolaan keuangan negara baik, maka beban utang juga bisa berkurang.

Ia melanjutkan, untuk mengelola utang, Indonesia akan tetap menjaga utangnya agar tidak melewati batas yang dianggap membahayakan ekonomi maupun keuangan negara.

Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, batas maksimal defisit anggaran sebesar 3% terhadap PDB. Sementara rasio utang maksimal yang diperbolehkan sebesar 60% terhadap PDB.

Menurut Sri Mulyani, soal utang harus dilihat bukan hanya dari sisi totalnya yang saat ini 30% dari PDB, melainkan juga dari sisi profil jatuh tempo dan komposisi utang. Dari sisi jatuh tempo, ia akan menjaga supaya rata-rata dari jatuh tempo utang masih di atas 8 tahun.

“Kalau ada utang jangka pendek dan jangka panjang itu harus bisa didanai dan pada saat jatuh tempo bisa dibayarkan dengan penerimaan negara,” ucap dia.

Ia menambahkan, sebuah negara fiskalnya bisa saja sehat tetapi di dalam fiskalnya mengandung utang-utang jangka panjang. Oleh karena itu, kemampuan bayar harus dipertimbangkan agar ada kepastian.

“Misal kita menjanjikan kebijakan semuanya gratis untuk masyarakat, tidak bayar. Itu bisa terjadi karena ada bentuk utang,” kata dia

Dengan demikian menurut Sri Mulyani, setiap kebijakan harus dilihat apakah bisa dicocokkan dengan kemampuan bayar dalam jangka panjang.

Ia memberi contoh, seperti pensiun, kesehatan, pendidikan, dan subsidi harus seimbang dengan peran menjaga daya beli masyarakat yang masih rentan dengan kemampuan negara untuk biayai.

“Itu tertuang dalam kebijakan fiskal dan keuangan negara,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×