kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,84   -10,68   -1.14%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengkhawatirkan, Faisal Basri sebut penurunan tax ratio Indonesia paling parah


Minggu, 07 Maret 2021 / 15:38 WIB
Mengkhawatirkan, Faisal Basri sebut penurunan tax ratio Indonesia paling parah


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Senior, Faisal Basri, mengatakan, nisbah pajak atau rasio pajak (tax ratio) Indonesia yang terparah bila dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. 

“Tak ada satu negara pun yang mengalami penurunan tax ratio separah Indonesia, nyaris 8 tahun berturut-turut. Hanya satu digit pula,” cuitnya di akun Twitter pribadi, @FaisalBasri, Rabu (3/3).

Sebelumnya, tax ratio ini adalah perbandingan antara penerimaan perpajakan dengan produk domestik bruto (PDB) dalam persen. Artinya, rasio pajak memberi gambaran tentang kemampuan negara menarik pajak dari penghasilan tahunan. 

Penurunan memang nampak terjadi berturut-turut dari tahun 2013 hingga tahun 2017. Meski sempat naik tipis di tahun 2018, tax ratio nampak kembali turun dan merosot tajam di 2020 akibat pandemi Covid-19. 

Baca Juga: Pembangunan 18 kantor pelayanan pajak tahun ini dinilai bisa kerek penerimaan pajak

Terperinci, pada tahun 2013 nampak tax ratio turun tipis 0,1% dari 11,4% pada 2012. Kemudian, pada tahun 2014 tax ratio kembali turun 0,4% menjadi 10,9%.

Berlanjut ke tahun 2015, tax ratio turun 0,2% ke 10,7%. Kemudian pada tahun 2016 turun lagi 0,3% ke10,4%, berlanjut di tahun 2017 turun 0,5% menjadi 9,9%. 

Kemudian, tax ratio sempat naik 0,3% ke 10,2% pada tahun 2018. Namun, pada tahun 2019 kembali mencatat penurunan 0,4% menjadi 9,8% dan semakin ambles 1,5% menjadi 8,3% pada tahun 2020. 

Faislal lalu menambahkan, dengan semakin turunnya tax ratio ini, juga berarti perekonomian Indonesia berhasil tumbuh, tetapi kian banyak yang tak terjaring pajak. 

“Karena pendapatan pajak naik lebih lambat dari peningkatan PDB. Pertumbuhan yang berkualitas, yakni dengan mendorong value creation, bukan value extraction,” tandasnya. 

Selanjutnya: Dirjen Pajak angkat bicara soal kerugian Rp 68,7 triliun dari penghindaran pajak

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×