kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indikator memulai bisnis masih rendah


Jumat, 26 Mei 2017 / 06:47 WIB
Indikator memulai bisnis masih rendah


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Tiga indikator memulai usaha masih mengganjal upaya pemerintah mendongkrak kemudahan memulai usaha atauĀ Ease of Doing BusinessĀ (EoDB). Tiga indikator ini adalah indikator memulai usaha, izin mendirikan bangunan, serta pendaftaran hak atas tanah dan bangunan.

Masih lemahnya tiga indikator itu merupakan hasil survei yang dilakukan Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) bersama Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) pada tahun 2016. Dalam survei ditemukan bahwa tiga indikator itu lemah pelaksanaannya di daerah.

Survei dilakukan di lima kota, yakni Jakarta, Surabaya, Medan, Balikpapan, dan Makassar. Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng mengatakan bahwa indikator memulai usaha, izin mendirikan bangunan, serta pendaftaran hak atas tanah dan bangunan di sejumlah daerah masih banyak kendala.

Sejak di hulu, seperti mengurus legalitas untuk memulai usaha saja, aneka hambatan sudah datang dari sisi birokrasi. Akhirnya aset sulit di kapitalisasi, bahkan mati, tuturnya, Rabu (24/5).

Menurut hasil survei, akibat ruwetnya birokrasi di daerah, waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk memulai usaha menjadi tidak efisien. Robert menjelaskan, untuk mengurus legalitas memulai usaha dibutuhkan rata-rata waktu 17-35 hari dengan biaya minimal Rp 6,6 juta. Padahal target nasional ditetapkan maksimal 10 hari dengan biaya Rp 2,7 juta.

Pada indikator izin mendirikan bangunan, di antara lima kota tersebut hanya Balikpapan yang mengurus paling singkat, yakni 47 hari dengan biaya paling murah Rp 49,1 juta. Sedangkan empat kota lainnya, rata-rata membutuhkan waktu 52-233 hari, dengan biaya sekitar Rp 70 juta-Rp 119,7 juta.

Indikator ketiga, soal pendaftaran hak atas tanah dan bangunan rata-rata membutuhkan waktu 22-44 hari, dengan biaya Rp 225 juta-Rp 261 juta. Berdasarkan hasil survei, Robert menyimpulkan, ada tiga persoalan penting di daerah yang harus segera diselesaikan, yakni inkonsistensi reformasi kemudahan berusaha, inkonsistensi implementasi dan regulasi, dan rendahnya kapasitas pejabat pemerintah daerah dalam bekerja.

Dengan kendala-kendala ini, maka target Presiden Joko Widodo untuk menaikkan ke peringkat kemudahan berusaha di angka 40 tahun 2019 dari posisi tahun ini di urutan 91, sepertinya susah terwujud.

Ekonom Manajemen Publik ADB, Rabin Hattari mengingatkan pemerintah, bahwa perubahan iklim investasi tidak hanya berkaitan persoalan birokrasi atau regulasi. Menurut Rabin, iklim investasi juga berkaitan dengan penguatan kinerja aparatur daerah sebagai pemberi layanan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×