kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ451.002,60   -9,00   -0.89%
  • EMAS1.194.000 -0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Efek negatif S&P tak naikkan peringkat utang RI


Rabu, 01 Juni 2016 / 21:10 WIB
Efek negatif S&P tak naikkan peringkat utang RI


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto

Jakarta. Lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor's (S&P) yang mempertahankan peringkat investasi Indonesia di bawah layak investasi dengan prospek positif dapat memberikan dampak negatif.

Ekonom Kenta Institute Eric Sugandi dipertahankannya peringkat tersebut bisa menimbulkan dampak negatif terhadap penerbitan surat utang pemerintah. Lebih lanjut menurutnya, peringkat tersebut bisa membuat harga surat utang pemerintah lebih rendah dan imbal hasil (yield) meningkat.

Tak hanya itu, ia juga mengatakan bahwa peringkat tersebut bisa menyebabkan arus modal asing tetap akan masuk walaupun tidak deras karena tidak adanya sentimen positif bagi pasar. Ujungnya, dalam jangka pendek nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) bisa tertekan.

"Tetapi itu jangka pendek karena berkaitan dengan persepsi saja. Dampak berita dari S&P sekali lagi lebih ke masalah persepsi pelaku pasar finansial dan jangka pendek," kata dia, Rabu (1/6).

Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga melihat investasi portofolio cenderung positif lantaran prospek peringkat Indonesia yang juga masih positif. Selain itu, ia juga melihat bahwa fundamental ekonomi Indonesia semakin membaik.

Menurut Josua, kepastian persetujuan RUU Tax Amnesty akan mendatangkan tambahan penerimaan pajak tahun ini sehingga risiko defisit anggaran mengecil. Di sisi lain, ke depan ia juga beharap rasio utang luar negeri pemerintah terhadap PDB yang saat ini sekitar 30%, dapat dijaga di level yang sehat.

"Pemerintah tentunya akan melakukan assessment yang komprehensif dalam kaitan pinjaman luar negeri dan penerbitan surat utang untuk pembiayaan APBN yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi," katanya.

Ia juga memproyeksi, defisit transaksi berjalan dua tahun ke depan berada di level yang sehat, yaitu kurang dari 3% dari PDB. Hal tersebut bisa menjadi daya tarik untuk investasi, baik portofolio maupun langsung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×