kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

DPR: Ada farmasi di balik gerakan anti tembakau


Minggu, 29 Mei 2016 / 19:38 WIB
DPR: Ada farmasi di balik gerakan anti tembakau


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengingatkan pemerintah untuk tidak terburu-buru mengaksesi Framework Convention on Tobacco control (FCTC). Gerakan anti tembakau yang kembali marak menekan Presiden Joko Widodo untuk mengaksesi FCTC agar memudahkan DPR membahas Rancangan Undang-Undang atau RUU Pertembakauan, harus dilihat secara holistik dan komprehensif.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Firman Subagyo mengatakan, ada stakeholders yang sangat berkepentingan dengan aksesi FCTC di Indonesia. Firman bilang, perdebatan soal rokok maupun produk tembakau bukan sekadar argumentasi teknis medis yang bebas nilai, tentang sehat dan tidak sehat. Menurutnya, ihwal ini sudah memasuki ranah persaingan bisnis korporasi yang dilakukan oleh para pemain industri farmasi.

"Terutama, para produsen obat penghenti rokok, seperti permen karet Nicorette, Koyok Nicoderm dan Nicotrol, obat hisap dan semprot Nicotrol maupun Zyban," ujarnya.

Firman menuding, produsen farmasi ini berada di belakang gerakan anti tembakau yang belakangan ini sibuk mengkampanyekan bahaya-bahaya tembakau. Mereka dengan kucuran dana besar ngotot menekan pemerintah, dan bahkan merasuk melalui organisasi masa (Ormas) untuk membuat regulasi pengetatan atas tembakau, salah satunya FCTC.

Menurutnya, ketika penggiat anti tembakau sibuk berkampanye, korporasi -korporasi internasional yang diuntungan dari kegiatan ini sibuk menghitung peluang, meraup keuntungan dari bisnis nikotin. Karena itu, Firman mengingatkan, Baleg DPR tidak akan gegabah meratifikasi FCTC. "Akan dilihat semua aspek, kepentingan ekonomi maupun sosial masyarakat kita," katanya.

Kata Firman, industri rokok kretek masih dianggap penting oleh pemerintah. Secara nasional, industri hasil tembakau menyerap 6 juta tenaga kerja dengan kontribusi sebesar Rp 139,5 triliun terhadap penerimaan cukai negara.

Dengan alasan mempertimbangkan kepentingan petani, dan buruh tembakau, Firman menjanjikan DPR akan mengingatkan Pemerintah supaya tidak meratifikasi FCTC. Sebaliknya, DPR akan melindungi petani tembakau melalui RUU Pertembakauan. "Jadi, saya kira perlu pertimbangan masak-masak, Pemerintah tidak perlu mengaksesi FCTC, mengingat saat ini DPR masih proses harmonisasi RUU Pertembakauan” ujar politisi Golkar itu.

Firman juga menjelaskan, pengaturan kesehatan sebagaimana desakan gerakan anti tembakau tetap menjadi bagian penting dalam regulasi. Namun, di dalam membuat regulasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan tidak boleh overlapping. “DPR tidak boleh membuat Undang-Undang yang diskriminatif terhadap hak-hak rakyat untuk hidup sebagaimana amanat Konstitusi Negara,” terangnya.

RUU Pertembakauan, kata Firman, semangatnya untuk melindungi petani tembakau dan industri turunannya di Indonesia. Lebih lanjut, Firman menegaskan jika RUU Pertembakauan bisa diundangkan maka akan memberikan perlindungan bagi para petani. RUU Pertembakauan ini bisa diundangkan, maka akan memberikan kepastian hukum bagi para petani, tenaga kerja, maupun para pemangku kepentingan lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×