kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,65   -6,71   -0.72%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Defisit transaksi berjalan akan naik sampai 2019


Jumat, 29 Desember 2017 / 09:45 WIB
Defisit transaksi berjalan akan naik sampai 2019


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia memproyeksikan nilai defisit transaksi berjalan (current account deficit (CAD) Indonesia akan terus naik hingga 2019. Defisit transaksi berjalan yang lebih rendah di bawah 2% baru akan dirasakan Indonesia setelah 2022.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, defisit transaksi berjalan atau current account defisit (CAD) Indonesia pada tahun depan diperkirakan ada di kisaran 2%-2,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka itu naik dibanding tahun ini yang diperkirakan 1,65% dari PDB.

Kenaikan CAD diperkirakan akan terjadi hingga tahun 2019 mendatang. Baru di tahun 2022, CAD diperkirakan kembali menurun di bawah 2% dari PDB. Kenaikan CAD terjadi seiring dengan terus meningkatnya impor dan transaksi jasa.

"Sampai 2022 sudah tidak lebih dari 2% dari PDB. Jadi sedikit naik di atas 2% di 2018-2019, setelah itu akan di bawah 2% dari PDB," kata Agus dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (28/12).

Pencapaian tersebut, menurut Agus, jauh lebih baik dibanding CAD Indonesia beberapa tahun lalu. Agung bilang di kuartal II-2013 dan 2014, CAD sempat mencapai 4,2% dari PDB.

Menurut catatan BI, CAD Indonesia pada kuartal III-2017 mencapai sebesar 1,65% dari PDB dan diperkirakan bertahan hingga akhir tahun ini. Sebelumnya BI pernah memperkirakan CAD 2017 sebesar 2,4% dari PDB.

Meski posisi CAD lebih rendah, Indonesia tidak boleh berpuas diri. Sebab dibanding ASEAN 5, Indonesia menjadi satu-satunya negara dengan current account yang mencatat defisit. Agus pernah menyebut, Thailand surplus 11% dari PDB. Bahkan Vietnam yang baru berkembang surplus 4% dari PDB.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menyatakan, Indonesia berpeluang mencatatkan current account surplus pada masa mendatang. "Asalkan, kita terus melanjutkan reformasi di struktural," ujarnya.

Reformasi struktural yang dimaksud Mirza misalnya, mengkombinasikan keunggulan ekspor, yakni harga komoditas ekspor yang naik dengan ekspor produk lain. Selain itu, perlu dilakukan perbaikan dalam ekspor jasa dengan meningkatkan wisatawan Indonesia ke luar negeri mengingat net ekspor jasa pariwisata hanya US$ 3 miliar-US$ 4 miliar.

Tak kalah penting, pembenahan transaksi jasa yang selalu mencatat defisit juga perlu dilakukan. Menurut Mirza hal ini menjadi tantangan tersendiri, karena pengusaha lokal masih lebih suka membayar asuransi dan memakai jasa transportasi kapal ke perusahaan luar negeri.

Dengan sejumlah pembenahan itu, BI berharap, investasi asing yang berorientasi ekspor akan lebih terdorong masuk. Dengan begitu akan lebih banyak devisa dihasilkan. Investor asing juga bisa menanamkan kembali keuntungannya ke dalam negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×