kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

CITA: Wajar penerimaan pajak tahun 2020 minus 19,7%


Rabu, 06 Januari 2021 / 20:51 WIB
CITA: Wajar penerimaan pajak tahun 2020 minus 19,7%
ILUSTRASI. Warga melakukan pengurusan pajak di Kantor Pajak Sudirman,


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan wajar penerimaan pajak sepanjang 2020 minus hingga 19,7% year on year (yoy).

Menurutnya, tahun lalu pandemi virus corona membuat perekonomian dalam negeri penuh ketidakpastian, sehingga ikut mengganggu setoran pajak.

Adapun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan realiasi penerimaan pajak sepanjang Januari hingga Desember 2020 sebesar Rp 1.070 triliun atau 89,3% dari total target yang ditetapkan sebesar Rp 1.1198,8 triliun. Artinya, pada tahun lalu shortfall penerimaan pajak mencapai Rp 128,8 triliun.

“Pandemi Covid-19 ini tidak cuma memukul ekonomi tapi juga menimbulkan ketidakpastian. Meski pemerintah sudah merevisi penerimaan pajak sebanyak dua kali, saya kira wajar tidak bisa mencapai target,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Rabu (6/1).

Kendati demikian, mengingat penanganan virus corona belum teratasi, pada tahun ini Fajry mengatakan penerimaan pajak sulit mencapai target 2021 sebesar Rp 1.229,6 triliun.

Terlebih pemerintah baru mengumumkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk wilayah Jawa dan Bali pada 11-15 Januari 2021.

Setali tiga uang, Fajry yakin PSBB nanti akan memukul perekonomian dan penerimaan pajak secara tidak langsung. Hal ini akan terus berlangsung hingga vaksinasi benar-benar dijalankan dan terbukti efektif.

Baca Juga: Ini penyebab shortfall penerimaan pajak tahun 2020 Rp 128,8 triliun

Dengan kondisi sosial-ekonomi yang tersendat virus corona, Fajry mengatakan pemerintah tidak akan berani mengambil kebijakan yang tidak popular atau terlalu agresif untuk meningkatkan penerimaan pajak.

“Itu dia sulitnya, intensifikasi tapi tidak mengganggu recovery ekonomi. Selain itu kontak fisik terbatas,” ujar dia.

Namun demikian, Fajry menyampaikan salah satu upaya yang bisa dilakukan otoritas pajak di tahun ini yakni dengan menurunkan ambang batas pengusaha kena pajak (PKP).

Menurutnya, ini bisa mendorong persaingan usaha yang sehat. Sehingga meningkatkan perputaran ekonomi yang pada akhirnya mengerek penerimaan pajak.

“Potensinya besar, berdasarkan laporan belanja perpajakan untuk tahun 2018 ada sekitar Rp 44 triliun potensi penerimaan yang digali karena ambang batas PKP kita terlalu tinggi,” ujar Fajry.

Fajry menambahkan, pajak digital juga merupakan basis pajak potensial. dengan skenario tahun ini kesepakatan multilateral keluar. “Kalau tidak, maka tindakan unilateral tidal bisa dibendung termasuk Indonesia,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×