kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bukan pasar tradisional, namun Pasar Rakyat


Kamis, 04 Juli 2013 / 07:18 WIB
Bukan pasar tradisional, namun Pasar Rakyat
ILUSTRASI. Pekerja memeriksa jaringan kabel optik di menara milik PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) di Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, Jakarta, Rabu (18/9/2019). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nz.


Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Uji Agung Santosa

Pasar tradisional identik dengan pasar yang becek, kumuh, dan tidak teratur. Untuk mengubah image itu, pemerintah menggelontorkan dana Rp 1,9 triliun untuk merevitalisasi 447 unit pasar di Indonesia.


Ada yang berbeda di pasar Tumenggungan, Kebumen, Jawa Tengah, Selasa (2/7) lalu. Pasar yang dulu kelihatan kumuh, saat ini sudah lebih bersih dan tertata rapi. Maklum saja, salah satu pasar terbesar di Kebumen ini menjadi bagian dari 28 pasar tradisional di Jawa Tengah yang masuk dalam program revitalisasi dilaksanakan oleh Kementerian Perdagangan (Kemdag). Pemerintah menganggarkan dana revitalisasi mencapai Rp 180 miliar untuk pasar-pasar yang ada di Jawa Tengah.


Sumirah, pedagang di pasar Tumenggungan tampak duduk santai di depan daging ayam dagangannya. "Sekarang pasarnya jadi bersih," katanya saat menyapa  kedatangan Menteri Perdagangan Gita Gita Wirjawan bersama rombongan. Dengan pasar yang lebih bersih dan rapi, Sumirah mengaku pembelinya semakin banyak hingga mencapai 50 ekor ayam per hari.


Pasar Tumenggungan terletak di Jalan Pahlawan Kabupaten Kebumen. Lokasinya cukup strategis karena berada di pusat kota. Menempati lahan seluas 21.042 m2, pasar itu ditempati lebih dari 3.000 orang pedagang. Pedagang itu menempati 370 unit kios dan 1.590 unit los. Setelah revitalisasi, pasar saat ini juga dilengkapi 8 unit toilet dan 6 unit pos jaga.


Pasar Tumenggungan juga dilengkapi eskalator atau tangga berjalan untuk menuju lantai dua. Lantai satu menjual kebutuhan pokok seperti gula, bumbu dapur, lauk pauk, sayuran, dan buah-buahan. Sedangkan lantai dua lebih banyak diisi penjual pakaian.


Selain Pasar Tumenggungan, Gita Wirjawan juga meresmikan revitalisasi Pasar Prembun, Pasar Jatisari, Pasar Karanganyar yang juga berada di Kabupaten Kebumen. "Setelah direvitalisasi, pasar-pasar ini diharapkan menjadi barometer stabilitas harga, ketersediaan bahan pokok dan berperan strategis dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat," kata Gita.


Revitalisasi pasar tradisional dilakukan sejak 2011 hingga 2013 di seluruh Indonesia. Total pasar yang direvitalisasi mencapai 447 unit dengan anggaran Rp 1,9 triliun. Dari jumlah itu, sebanyak 53 unit merupakan pasar percontohan dan 394 unit pasar non percontohan. Menurut Gita, evaluasi yang dilakukan kepada 10 pasar percontohan yang direvitalisasi pada 2011, menunjukkan terjadi peningkatan omzet pedagang 33%-85 %.


Pasar Prembun adalah salah satu pasar percontohan yang direvitalisasi. Pasar ini terletak di Jalan Kutoarjo, Desa Prembun dengan luas 6.809 m2. Ditempati 609 orang pedagang, pasar ini memiliki 151 unit kios dengan 52 lajur los. Untudilengkapi dengan 4 unit toilet, 4 unit closed-circuit television (CCTV) dan mushola.


Bagyo, salah seorang pedagang di Pasar Prembun tersenyum sumringah ketika bersalaman dengan Gita. Pedagang bawang merah ini mengaku puas dengan adanya kios baru, walau ukurannya lebih kecil. Apalagi pedagang tidak perlu membayar sewa kios. "Sewa kios gratis. Pedagang hanya membayar retribusi," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Kebumen, Azam Fatony.


Selain agar tidak memberatkan pedagang, sewa kios gratis diberlakukan supaya pedagang mau dipindahkan ke tempat yang telah ditentukan saat pasar direvitalisasi. Setelah direvitalisasi, pasar-pasar itu berganti nama menjadi Pasar Rakyat, karena  karena bukan lagi tradisional.  


Bagyo mengaku membayar uang retribusi sebesar Rp 1.000 per hari per meter. Karena kiosnya 3 m2 maka dia harus membayar retribusi Rp 3.000 per hari. "Dulu saya sewa satu kios cukup, sekarang tiga kios," ungkapnya. Walau biaya restribusi lebih tinggi, Bagyo mengaku tak terlalu bermasalah karena dagangannya laris.


Bambang, penjual barang kelontong seperti beras, telur , dan minyak di pasar Prembun juga mengaku hanya membayar retribusi per hari. "Kita dapat kios ini gratis sebab ini kios kita yang dulu," katanya.


Pasar yang dulunya becek dan kumuh telah berubah menjadi rapi dan bersih. Yang perlu dipikirkan dan dilakukan sekarang adalah bagaimana menjaga kerapian dan kebersihannya.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×