Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang menaikan bunga acuan the Fed bulan ini sekaligus rencana kenaikan bunga the Fed yang lebih agresif, diperkirakan akan berdampak besar pada pergerakan nilai tukar rupiah. Makanya, Bank Indonesia (BI) dinilai perlu meningkatkan kadar pengetatan moneternya.
Ekonom Institute Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, indeks dollar Amerika Serikat (AS) telah menguat ke level 94,8, tertinggi sejak Juli 2018.
Ekspektasi kenaikan the Fed membuat investor memborong aset berdenominasi dollar sehingga yield treasury naik ke level 2,93% dan dikhawatirkan membuat yield spread obligasi negara semakin lebar.
"Kurs negara berkembang yang cukup kuat seperti baht Thailand pun tak bisa menahan penguatan dollar," kata Bhima kepada KONTAN.co.id belum lama ini.
Bhima memproyeksi, kurs rupiah akan bergerak ke level Rp 14.100-Rp 14.200 sampai akhir bulan ini.
Bhima melanjutkan, perang dagang AS dan China yang berlanjut ke skala yang lebih besar juga turut memperburuk keadaan.
Hal itu bisa menyebabkan ekspor Indonesia melambat dan defisit neraca perdagangan berpotensi kembali mencatat defisit di semester kedua tahun ini.
Oleh karena itu, "Respon BI untuk segera menaikkan bunga acuan 25 basis points (bps) pada Juli atau Agustus bisa menjadi solusi temporer untuk menstabilkan rupiah," tambah dia.
Jika kenaikan bunga dilakukan lebih lama, konsekuensinya cadangan devisa akan kembali tergerus. Bhima memperkirakan, cadev bisa tergerus hingga US$ 3 miliar-US$ 4 miliar hingga akhir Agustus mendatang. Apalagi di September nanti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News