kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Yield SBN tertinggi di ASEAN, ini catatan ekonom


Minggu, 08 Januari 2017 / 20:15 WIB
Yield SBN tertinggi di ASEAN, ini catatan ekonom


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Imbal hasil (yield) surat berharga negara (SBN) Indonesia bertenor 10 tahun mencatatkan level tertinggi di kawasan Asia Tenggara menjadi catatan bagi pemerintah.

Data Bloomberg per 5 Januari 2017, yield obligasi pemerintah Indonesia bertenor 10 tahun mencapai 7,64%. Ini melampaui yield obligasi bertenor sama milik pemerintah Malaysia sebesar 4,21%, Filipina 4,19%, Singapura 2,47% dan Thailand 2,65%.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, tingkat yield SBN dipengaruhi oleh besarnya pasar SBN dan volatilitas nilai tukar. Menurutnya, tingginya yield SBN Indonesia kemungkinan karena pasar SBN di negara-negara lainnya lebih besar sehingga lebih likuid dan kemungkinan nilai tukar rupiah dengan empat negara tersebut lebih volatile.

Lana juga bilang bahwa wajar jika yield SBN Indonesia lebih tinggi dibanding negara-negara tersebut. Sebab, peringkat utang Indonesia berada di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Namun menurutnya, hal ini juga perlu menjadi catatan pemerintah lantaran berdasarkan peringkat utang dari Fitch rating, peringkat utang Indonesia sama dengan Filipina yaitu BBB- dan peringkat utang Indonesia berada dua level di bawah Thailand yang BBB+.

"Satu level bedanya 25 bps. Kalau kita dengan Thailand bedanya 50 bps masih wajar, kalau lebih, itu tidak wajar," kata Lana, Minggu (8/1).

Lana menduga, tingginya yield Indonesia lantaran adanya kebutuhan mendesak pemerintah, khususnya strategi front loading yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan belanja di tahun ini. Pemerintah memang ingin menerbitkan sekitar 60% obligasinya di semester pertama tahun ini.

Pemerintah lanjut Lana selalu bermasalah dengan arus kas di awal tahun lantaran penerimaan pajak baru masuk di akhir April setelah pelaporan surat pemberitahuan (SPT) wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan. Sementara kebutuhan belanja sudah ada sejak 1 Januari.

Berebut dana dengan bank

Tingginya yield obligasi pemerintah juga menyebabkan terjadinya tarik menarik likuiditas antara pemerintah dan perbankan. Hal ini membuat tingkat bunga bank semakin sulit turun.

"Oleh karena itu, harapannya penerimaan pajaknya bisa lebih tinggi agar tidak tergantung dengan utang," tambah Lana.

Lebih lanjut menurutnya, persoalan arus kas di awal tahun tersebut juga bisa disiasati dengan mengubah tahun fiskal seperti Amerika Serikat dan Jepang yang tahun fiskalnya dimulai 1 Oktober dan pelaporan SPT tetap dilakukan Maret dan April.

Dengan begitu, pemerintah masih memiliki penerimaan saat tahun fiskal baru dimulai, yang berasal dari penerimaan bulan-bulan sebelumnya.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×