Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Yayasan Supersemar menggugat balik Kejaksaan Agung (Kejagung).
Gugatan ini didasarkan atas adanya perbedaan nilai uang yang akan ditarik Pengadilan Negeri Jakarta Selatan antara versi Yayasan Supersemar dengan hasil audit Kejaksaan Agung pada tahun 1998.
Kasus ini sebenarnya telah mendapatkan keputusan dari Mahkamah Agung soal sita aset Yayasan.
Selama ini penyitaan aset oleh kejaksaan agung selalu tertunda. Dengan gugatan ini, penyitaan aset kembali terhambat.
Penasehat Hukum Yayasan Supersemar Denny Kailimang mengatakan, dokumen finansial audit Kejagung tahun 1998 menyebutkan uang yang diterima oleh Yayasan Supersemar dari bank BUMN hanya Rp 309 miliar.
Namun berdasarkan putusan kasasi yang sudah diputus Mahkamah Agung, Yayasan milik mantan presiden Soeharto ini membayarkan ganti rugi Rp 420 miliar serta US$ 185 miliar.
"Kami tidak pernah menerima dana dalam bentuk dollar," katanya, Kamis (7/1).
Menurut Denny, gugatan tersebut telah didaftarkan pada Desember 2015 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Rencananya persidangan perdana kasus ini bakal di gelar pada 14 Januari 2016.
Selain melayangkan gugatan, Yayasan Supersemar juga bakal melayangkan somasi tentang pemblokiran sejumlah rekening milik Yayasan Supersemar.
Denny menilai pemblokiran rekening itu telah merugikan kliennya.
Yayasan Supersemar tak bisa menyalurkan beasiswa serta membayarkan gaji karyawan akibat pemblokiran itu.
Jaksa Agung HM Prasetya mengaku belum mengetahui adanya gugatan balik itu.
"Kami hanya melaksanakan putusan Mahkamah Agung," katanya, kepada KONTAN melalui telepon, Kamis (7/1).
Sebelumnya Mahkamah Agung memvonis Yayasan Supersemar memberikan ganti rugi kepada negara sebesar Rp 4,4 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News