kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Wewenang menaikkan harga BBM kembali ke DPR


Jumat, 14 Juni 2013 / 17:47 WIB
Wewenang menaikkan harga BBM kembali ke DPR
Pekerja melakukan bongkar muat batu bara di Dermaga Cendrawasih Mustika Indah, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Sabtu (18/12/2021). Indonesia kekuarangan pasokan batubara. ANTARA FOTO/Makna Zaezar/nym.


Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Amal Ihsan

JAKARTA. PDIP akan mengusulkan agar kewenangan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi dicabut dan dikembalikan dengan persetujuan DPR. Sebab, persetujuan dan pengawasan DPR tetap dibutuhkan dalam pengelolaan keuangan negara.

Dalam rapat Banggar DPR, Jumat (13/6), Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR dari Fraksi PDIP DolfieĀ mengatakan sudah waktunya kewenangan pemerintah yang bersifat mutlak dalam menaikkan harga BBM bersubsidi ditinjau kembali.

Dalam Pasal 8 Ayat 10 UU No, 19 Tahun 2012 Tentang APBN 2013, pemerintah dapat menaikkan harga BBM bersubsidi tanpa persetujuan DPR. Pasal tersebut memberikan kewenangan pada pemerintah untuk melakukan penyesuaian subsidi BBM dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan untuk mengantisipasi deviasi realisasi asumsi eknomi makro, dan/atau perubahan parameter subsidi, berdasarkan kemampuan keuangan negara.

Menurutnya, aturan ini kurang jelas karena memberi pemerintah kewenangan penuh menaikkan BBM bersubsidi dengan alasan perubahan perhitungan asumsi makro dan kemampuan keuangan negara namun tanpa parameter yang jelas. "Kemampuan keuangan negara seperti apa yang bisa menyesuaikan belanja? Deviasi asumsi makro mana yang bisa memberikan kewenangan pemerintah untuk menaikkan BBM begitu saja?" ujar Dolfie.

Dolfie menilai, sejak semula PDIP mempersoalkan ketentuan Pasal 8 Ayat 10 UU No 19 Tahun 2012 Tentang APBN 2013. Sayang, pimpinan DPR kala itu, menurutnya bertindak otoriter dengan langsung mengetok palu tanpa memberikan kesempatan Fraksi PDIP menyampaikan keberatan.

Secara tegas, Dolfie menilai ketentuan ini sama dengan memberikan cek kosong pada pemerintah. Sebab kini pemerintah dapat mengelola keuangan negara tanpa persetujuan DPR. Padahal menurut Konsitusi UUD 1945, DPR adalah pemegang Fungsi Anggaran Negara. "Selain itu UU No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara mengamanatkan agar semua Penerimaan Negara itu harus masuk ke APBN, artinya harus disetujui DPR,"kata Dolfie.

Dolfie menegaskan pengelolaan keuangan negara yang merupakan uang rakyat tidak boleh dikelola secara sewenang-wenang tanpa adanya pengawasan dari DPR. Oleh sebab itu dirinya memastikan PDIP akan kembali mengangkat persoalan ini dalam Raker Banggar besok (15/6) dan Sidang Paripurna DPR (17/6).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×