Reporter: Aurelia Lucretie | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Draft Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyiaran memberikan wewenang kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengawasi konten-konten yang beredar di platform digital.
Hal tersebut dinilai oleh Direktur Eksekutif SAFEnet Nenden Sekar Amrum membahayakan.
"Dari situ akhirnya platform-platform digital yang bisa mempublikasikan konten, video, teks, segala hal yang ada di dunia digital melalui aplikasi digital akhirnya menjadi wewenang KPI juga untuk diawasi. Tentu saja ini juga berbahaya," kata Nenden kepada Kontan, Kamis (16/5).
Baca Juga: Penolakan Terhadap RUU Penyiaran yang Melarang Investigasi Terus Bergulir
Bukan tanpa alasan, Nenden menyatakan bahwa KPI yang semulanya punya tugas untuk mengawasi konten-konten yang beredar di frekuensi publik yakni televisi dan radio, wewenangnya bertambah hingga dapat mengawasi konten di platform digital.
Padahal, kata dia, selama ini fungsi tersebut telah dijalankan oleh Kemeterian Komunikasi dan Informasi yakni melalui layanan pengaduan konten.
"Ketika KPI meluaskan wewenangnya ke sana, tentu ini akan menjadi problematik. Kita ngak tau siapa yang berwenang, kepada siapa," ujarnya.
"Dan dengan kewenangan yang besar ini, sangat-sangat mungkin UU Penyiaran ini dijadikan juga untuk melakukan proses sensor maupun pembatasan terhadap konten-konten yang dianggap menyalahi standar ataupun indikator yang KPI miliki," terangnya.
Baca Juga: Revisi Undang-Undang Penyiaran Juga Menyasar Youtuber Hingga Tiktoker
Dia juga menyinggung soal konten jurnalistik yang dibawa ke platform digital. Menurutnya, dengan wewenang KPI mengawasi konten digital termasuk karya-karya jurnalistik, KPI memiliki kuasa untuk menyatakan suatu konten tidak sesuai standar dan menindaknya.
Lebih jauh, Nenden bilang bahwa apabila penegakan oleh KPI tidak dapat dipastikan objektif, maka dalam jangka panjang aturan ini dapat dijadikan alat justifikasi untuk menyensor atau membatasi kemerdekaan pers.
"Di satu sisi Undang-Undang Pers bisa melindungi. Namun melalui RUU ini, lembaga tersebut merasa punya hak untuk melakukan pembatasan," katanya.
Baca Juga: Dewan Pers Tegas Tolak Draft RUU Tentang Penyiaran, Ini Alasannya
Dia menyamakan rancangan aturan ini dengan UU ITE yang dapat digunakan untuk membatasi jurnalis walaupun di dalam UU Pers dilindungi. Maka, dalam penerapannya dapat digunakan untuk menarget jurnalis maupun karya-karyanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News