kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Waspadai lima kejahatan siber ini!


Selasa, 27 Agustus 2019 / 22:50 WIB
Waspadai lima kejahatan siber ini!
ILUSTRASI. Barang bukti kasus penipuan online


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Grant Thornton mempublikasikan laporan berisi jenis kejahatan siber yang kerap kali terjadi. Laporan tersebut bertajuk Cyber Security: The Board Report 2019, untuk mengidentifikasi apa saja ancaman siber terkini dan bagaimana peran penting petinggi perusahaan dalam memerangi resiko siber.

Statistik mencatat bahwa dua pertiga dari bisnis menengah atau besar mengalami setidaknya satu penyusupan atau serangan siber dalam 12 bulan terakhir. Sebesar 73% dari 500 perusahaan yang disurvei melaporkan kerugian hingga 25% dari pendapatan akibat serangan siber yang terjadi.

Dalam keterangan resminya, Selasa (27/8), Grantr Thornton merangkum 5 bentuk kejahatan siber terkini yang dapat menyerang perusahaan dan mendatangkan resiko tinggi bagi operasional bisnis perusahaan. Berikut jenis kejahatan tersebut.

Baca Juga: Melindungi tambang emas digital

Ransomware
Penyerang menginstal perangkat lunak untuk mematikan sistem bisnis atau membuat bisnis menjadi offline. Tebusan harus dibayar sebelum ‘ransomware’ dihapus atau dinonaktifkan. Dalam variasinya, penyerang mengancam membuat data korup sehingga tidak dapat digunakan jika uang tebusan tidak dibayarkan.

Pencurian data
Penyerang mencuri data pelanggan dan menjualnya ke oknum lain yang kemudian melakukan pencurian identitas. Atau, mereka meminta pembayaran untuk mengembalikan data yang dicuri tadi.

Penyamaran sebagai CEO atau petinggi perusahaan lain
Pengintaian online atas data publik memungkinkan pelaku kejahatan menyamar sebagai CEO atau direktur keuangan. Pelaku kemudian dapat meminta perubahan detil pembayaran pada faktur dan mengalihkan pembayaran ke akun mereka sendiri.

Penambangan bitcoin
Bentuk kejahatan siber yang relatif baru tetapi semakin banyak terjadi. Penyerang memasang perangkat lunak pada sistem TI (Teknologi Informasi) perusahaan dan membajak prosesor untuk menghasilkan mata uang kripto. Sistem bisnis segera melambat atau berhenti.

Baca Juga: Memperkokoh infrastruktur keamanan siber

Pencurian Intelectual Property
Spionase tidak terbatas pada aksi mata-mata di suatu negara. Spionase industri adalah ancaman nyata, dengan perusahaan ambisius yang menargetkan sistem perusahaan saingan untuk mencuri Intelectual Property.

Johanna Gani, Managing Partner Grant Thornton Indonesia mengatakan, kelompok penjahat siber cenderung menargetkan perusahaan menengah. Perusahaan besar mungkin memiliki dana yang lebih besar untuk membayar tebusan namun mereka juga memiliki sumber daya yang lebih memadai untuk membangun pertahanan siber yang lebih kuat.

"Sebaliknya, perusahaan menengah masih cukup berharga untuk menjadi target kejahatan siber yang potensial, namun perusahaan menengah mungkin ini tidak memiliki tingkat sumber daya yang sama untuk berinvestasi dalam pertahanan keamanan siber," jelas Johana.

Meskipun ancaman siber kian nyata berpotensi mengganggu operasi, merusak reputasi, dan menghabiskan biaya tinggi, sebagian besar petinggi perusahaan belum memperhatikan keamanan siber dalam organisasi mereka.

Baca Juga: Era disrupsi, Jokowi: Indonesia tidak takut bersaing!

Dua poin penting yang terdapat dalam survei Grant Thornton adalah, satu dari tiga perusahaan menengah memiliki petinggi perusahaan yang bertanggung jawab khusus dalam mengkaji risiko dan manajemen siber.

Kemudian, sekitar enam dari sepuluh perusahaan tidak memiliki rencana bagaimana merespons terhadap insiden siber.

Nyatanya, hal ini perlu diubah dan ada peluang besar bagi para pemimpin perusahaan untuk membuat perbedaan yang nyata. Menurut Cost of a Data Breach Study: Global Overview 2018 biaya rata-rata per berkas yang hilang dalam kebocoran data adalah US$148.

Namun, untuk setiap berkas yang hilang, ditemukan bahwa secara rata-rata $13 akan dihemat melalui keterlibatan para petinggi perusahaan melalui manajemen risiko siber, dan penunjukan chief information security officer.

Ini berarti bahwa jika sebuah bisnis kehilangan 50.000 berkas selama kebocoran data, keterlibatan petinggi perusahaan dapat menyelamatkan anggaran perusahaan sekitar $650.000 per kebocoran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×