Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonomi Indonesia pada tahun ini menghadapi tantangan baru. Tren pemulihan ekonomi yang ditunjukkan pada awal 2022 dihadapkan pada peningkatan risiko global yang menjalar ke domestik sehingga berpotensi menahan laju pemulihan ekonomi.
Ketegangan politik akibat invasi Rusia ke Ukraina juga berdampak cepat dalam mendisrupsi sisi suplai dan mengganggu rantai pasok global. Alhasil, hal ini mendorong peningkatan inflasi global dan lonjakan harga komoditas pangan serta energi.
Menanggapi dampak krisis global tersebut, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan bahwa pemerintah perlu memitigasi dampak tersebut.
Ia menyarankan pemerintah perlu untuk melakukan pemetaan terkait kebutuhan konsumsi dari komoditas pangan strategis sampai di akhir tahun nanti, setelah itu pemerintah bisa mencocokkan data tersebut dengan proyeksi produksi dari komoditas pangan strategis tersebut.
Baca Juga: Pedagang: Harga Pangan Sudah Naik Satu Bulan Sebelum Idul Adha
Adapun komoditas pangan strategis tersebut adalah beras, jagung, bawang merah, bawang putih, cabai rawit, daging sapi, hingga minyak goreng.
"Apabila kebutuhannya bisa dicukupi dari proyeksi produksi, maka pemerintah tinggal memastikan alur distribusi dari komoditas pangan strategis ketika dibutuhkan," ujar Yusuf kepada Kontan.co.id, Rabu (13/7).
Namun, apabila kebutuhan konsumsi dari komoditas pangan strategis tidak bisa memenuhi peningkatan permintaan dari masyarakat, maka menurutnya, pemerintah bisa melihat apakah komoditas pangan strategis tersebut bisa ditingkatkan produksinya sampai di akhir tahun nanti atau tidak.
Baca Juga: Inflasi Akibat Kenaikan Harga Pangan Berpotensi Menambah Angka Kemiskinan
"Ketika bisa ditingkatkan, maka pemerintah tidak perlu melakukan impor. Adapun untuk impor, saya kira perlu dipetakan dari jauh-jauh hari apa-apa saja bahan pangan strategis yang berpotensi akan sortage produksinya sampai dengan akhir tahun nanti" tuturnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, memastikan data pangan tepat sasaran sangat penting untuk dilakukan, artinya konsolidasi stakeholder terkait termasuk di dalamnya Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Bulog dan kementerian yang berkaitan lainnya, perlu dijalankan agar data yang digunakan sebagai penentu kebijakan adalah data yang reliable dan dapat dipertanggungjawabkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News