Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Presiden Ri K.H. Ma’ruf Amin optimistis sektor keuangan digital akan bertumbuh pesat pada tahun 2030.
Tak tanggung-tanggung, orang nomor dua di negara ini memperkirakan sektor keuangan digital bisa tumbuh delapan kali lipat pada 2030, dari sekitar Rp 600 triliun menjadi sekitar Rp 4.500 triliun.
Dirinya pun memandang, sangat penting segala upaya peningkatan literasi, sembari mendorong peningkatan model bisnis yang ditopang oleh kebijakan afirmatif.
Baca Juga: Bareksa raih penghargaan mitra distribusi SBN terbaik dari Kementerian Keuangan
Nah, dalam hal ini, Ma’ruf Amin meminta para pemangku kebijakan, khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan para asosiasi untuk berperan aktif dalam membantu terciptanya kebijakan tersebut.
“Kita ingin bersama-sama memajukan industri ekonomi dan keuangan digital yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” ujar Ma’ruf Amin dalam Indonesia Fintech Summit (IFS) 2021 di Nusa Dua, Bali.
Di kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan melihat tingkat inklusi keuangan digital Indonesia sudah menunjukkan indikator yang baik.
Baca Juga: Teknologi bank digital bukan cuma dongkrak valuasi, juga harus berefek ekonomi
Sayangnya, ini belum ditunjang dengan tingkat literasi keuangan. Bahkan, Luhut menilai, ini masih sangat jauh bila dibandingkan dengan negara jiran Malaysia dan Singapura.
Luhut pun mengutip Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menunjukkan Indeks Literasi Keuangan pada 2019 baru mencapai 30,03% dan Indes Inklusi Keuangan sebesar 76,19%.
Angka ini berbanding jauh dengan Singapura yang di angka 98%, Malaysia di 85%, serta Thailand yang di 82%.
Nah, tingginya tingkat inklusi tetapi dengan literasi yang rendah malah berpotensi menciptakan risiko yang tinggi.
Baca Juga: BI beberkan plus minus penerbitan mata uang digital
Karena, meski masyarakat punya akses keuangan, sebenarnya masyarakat tidak memahami fungsi dan risikonya.
“Karenanya, peningkatan literasi menjadi kunci agar tingkat inklusi yang sudah terjadi bisa berdampak lebih produktif dengan risiko minim. Inilah yang jadi pekerjaan kita bersama, antara pemerintah dan asosiasi,” tandas Luhut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News