Sumber: Bloomberg | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mulai mewajibkan pelabelan halal untuk semua produk konsumen mulai berlaku besok, Kamis (17/10). Namun tingginya biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan lisensi dan tidak adanya pedoman yang jelas untuk mendapatkan sertifikat membuat jutaan industri lokal yang belum memiliki sertifikat berada dalam ketidakpastian.
Mengutip Bloomberg, Rabu (16/10), menurut Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) pelabelan wajib halal untuk pertama kali akan berlaku pada 17 Oktober 2019 untuk produk dan layanan makanan dan minuman.
Baca Juga: Auditor Belum diuji MUI, Penerapan Sertifikasi Halal Jadi Enggak Sih?
Sebelum diperluas secara bertahap hingga mencakup obat-obatan, kosmetik dan barang-barang konsumen lainnya. Tetapi sejumlah besar perusahaan kecil dan menengah tengah berjuang untuk memenuhi peraturan yang tanpa pedoman teknis yang terperinci tersebut.
Dengan beleid ini, Indonesia berupaya memposisikan dirinya sebagai salah satu pusat ekonomi dan keuangan Syariah karena permintaan akan produk halal di negara muslim terbesar di dunia ini melonjak.
Sejumlah perusahaan besar seperti Nestle SA hingga Unilever mengembangkan lebih banyak produk hala untuk memanfaatkan pertumbuhan populasi dan menjamurnya kelas menengah di Indonesia.
Baca Juga: Kemendag pertegas kewajiban halal untuk impor hewan dan produk hewan ke Indonesia
"Hampir semua bisnis di berbagai sektor, baik yang besar atau kecil, memiliki keprihatinan pada kebijakan jaminan produk halal," ujar Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani kepada Bloomberg.
Ia mengatakan, jika aturan ini diterapkan tanpa panduan yang jelas, itu dapat disalahgunakan dan akan merugikan bisnis.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) Adhi S Lukman mengatakan, pemerintah belum merinci bagaimana rencananya untuk mensubsidi usaha kecil dan menengah yang belum mengantongi sertifikat halal.
Bahkan juga kepada industri yang telah memenuhi semua kriteria untuk pelabelan halal tapi belum dapat memperoleh sertifikat.
Baca Juga: Perjanjian kerjasama ekonomi Indonesia-Korea Selatan diteken November 2019
Gappmi memperkirakan, saat ini pemain ada sekitar 6.000 pemain di industri makanan dan minuman ukuran menengah hingga besar. Sementara sekitar 1,6 juta pelaku usaha dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Menurut Bloomberg Intelligence mereka inilah yang mendapatkan manfaat paling besar atas melonjaknya permintaan produk halal di Asia yang populasi muslimnya mencapai sekitar 1 miliar orang.
Ekonomi syariah Indonesia diperkirakan akan melonjak hingga US$ 427 miliar pada 2022, dengan makanan hala saja mencapai lebih dari 60%.
Hal ini juga yang mendorong PT Unilever Indonesia Tbk untuk mendapatkan sertifikat halal untuk semua pabriknya untuk membuat pelangganya merasa aman dan nyaman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News