Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Aktifitas usaha pada awal tahun 2016 sepertinya tidak segesit pada akhir tahun 2015. Hal itu tercermin dari data pertumbuhan utang luar negeri pada Januari 2016 dibandingkan Desember 2015.
Bank Indonesia mencatat, pertumbuhan utang luar negeri pada Januari hanya 2,2% atau menjadi sebesar US$ 308 miliar, lebih lambat dari pertumbuhan utang luar negeri pada Desember 2015 dari November 2015 yang sebesar 5,8%.
Kondisi itu tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada Januari 2015 lalu. Pertumbuhan utang luar negeri pada saat itu lebih tinggi sedikit dari saat ini, yaitu sebesar 2,55%.
Menurut ekonom Bank Permata Josua Pardede, penurunan utang memang bisa diartikan sebagai melambatnya aktivitas perekonomian. Sebab, setiap kegiatan perekonomian salah satunya dipengaruhi oleh pembiayaan yang bersumber dari utang.
Hal itu terjadi baik untuk swasta maupun pemerintah. "Aktivitas ekonomi awal tahun memang belum begitu meningkat," kata Josua, Jumat (18/3) di Jakarta.
Sebagai catatan, jumlah utang luar negeri pada Januari 2015 tercatat sebesar US$ 301,3 miliar. Sehingga, jika dibandingkan antara Januaru 2015-Januari 2016 tumbuh 2,3%.
Di sisi lain pelambatan ini bisa diartikan sebagai signal yang baik bagi pergerakan nilai tukar. Karena, dengan melambatnya pertumbuhan utang maka beban kebutuhan atas valuta asing juga berkurang.
Meskipun jumlah utang luar negeri Indonesia saat ini masih didominasi oleh utang jangka panjang, yaitu sebesar 87,4% dari total. Tetapi jumlah utang luar negeri yang bersifat jangka pendek juga tidak kecil, yaitu sebesar US$ 38,9 miliar.
Josua memperkirakan tekanan terhadap rupiah akan semakin berkurang dalam jangka pendek hingga menengah ini. Namun demikian baik pemerintah maupun Bank Indonesia harus tetap memperhatikan manajemen utang luar negeri swasta, korporasi terutama dalam kaitnannya dengan hedging valuta asing.
Sementara itu, Direktur Departemen Komunikasi BI Tirta Sagara mengatakan, perkembangan utang luar negeri masih sehat. Namun, BI akan terus mewaspadai risiko terhadap perekonomian.
BI juga berjanji untuk terus mengawasi perkembangan utang luar negeri, terutama di sektor swasta. Bagaimanapun, utang luar negeri tetap dibutuhkan, namun jangan sampai menimbulkan risiko yang memengaruhi stabilitas makroekonomi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News