kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Utang luar negeri Indonesia terus bertambah


Selasa, 13 Mei 2014 / 18:20 WIB
Utang luar negeri Indonesia terus bertambah
ILUSTRASI. Siapa saja pencetak hattrick di Piala Dunia 2022 yang cetak rekor baru?


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Utang menjadi salah satu sumber pembiayaan bagi pemerintah ataupun swasta untuk bisa menggerakkan dapur perekonomiannya. Alhasil posisi utang luar negeri Indonesia terutama swasta kian memberikan porsi yang besar.

Data terakhir Bank Indonesia (BI) mencatat posisi utang luar negeri pada bulan Februari sebesar US$ 272,1 miliar. Swasta memberikan porsi 52,58% dari total utang yang sebesar Rp 143,07 miliar. Terakhir, porsi swasta ini pada bulan Maret meningkat menjadi US$ 146 miliar. Nilai US$ 146 tersebut bertumbuh 12,2% dibanding Maret tahun lalu.

Ke depan posisi utang swasta akan kembali melesat. Pasalnya, tahun ini PT Pertamina akan kembali mengeluarkan surat utang alias obligasi untuk keperluan pembiayaan investasi ladang minyaknya.

Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan penerbitan obligasi tersebut akan konvensional dalam bentuk valuta asing (valas). Mengenai berapa target ataupun besaran obligasi yang akan dikeluarkan, dirinya masih menutup rapat.

"Pokoknya untuk keperluan capex. Kalau kebesaran (obligasinya), nanti malah tidak terserap," ujar Bambang, Senin (12/5). Sekedar informasi, pada tahun 2013 lalu perusahaan pelat merah di bidang migas tersebut mengeluarkan obligasi global sebesar US$ 3,25 miliar atau sekitar Rp 31,8 triliun.

Utang swasta yang kian bertumbuh ini memang patut diwaspadai. Apabila tidak dikontrol maka ketika perusahaan tersebut tidak bisa membayar utang yang jatuh tempo tentu akan sangat berbahaya. Berbahaya bagi kestabilan ekonomi, terutama bagi nilai tukar rupiah.

Deputi Gubernur BI Hendar menjelaskan yang perlu diwaspadai adalah apabila perusahaan yang berutang tersebut pendapatannya dalam rupiah dan berutang dalam bentuk dolar. Pasalnya harus ada pengelolaan perbedaan nilai mata uang.

Nah, untuk mengantisipasi perbedaan nilai mata uang tersebut perlu dilakukan lindung nilai alias hedging. "Ada beberapa perusahaan yang pinjamannya dolar tapi pemasarannya dalam negeri," tandas Hendar.

Saat ini, menurutnya, porsi perusahaan yang belum melakukan hedging lebih dari 20% dari total utang swasta. Meski ada peningkatan yang signifikan, dirinya mengaku BI masih akan mendiskusikan bagaimana mengelola utang swasta yang kian tumbuh pesat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×