kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Utang lebih besar ketimbangan penerimaan negara


Senin, 16 Oktober 2017 / 21:40 WIB
Utang lebih besar ketimbangan penerimaan negara


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - PADANG. Bank Indonesia (BI) menyatakan, Indonesia perlu meningkatkan ekspor produk jadi dan jasa. Tujuannya supaya devisa lebih kuat sehingga utang luar negeri lebih sehat dan terjaga.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, saat ini utang luar negeri dari pemerintah dan swasta sekitar 35% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Angka ini tergolong aman, tetapi jika dibandingkan dengan ekspor Indonesia, utang luar negeri ini jauh lebih tinggi.

“Untuk bayar utang luar negeri perlu devisa yang kuat. Sekarang utang luar negeri dibanding penerimaan ekspor barang dan jasa mencapai 172%,” kata dia saat Regional Investment Forum (RIF) 2017 di Padang, Senin (16/10). Di negara lain seperti Filipina, persentasenya hanya sekitar 65%.

Artinya, menurut Mirza, bukan utangnya yang besar melainkan penerimaan ekspor barang dan jasa yang kurang besar. “Ekspor harus ditingkatkan. Juga pariwisata yang masuk ke dalam Indonesia. Harus bisa meningkatkan penerimaan remittances dari luar negeri yang masuk ke Indonesia,” jelasnya.

Oleh karena itu, lanjut Mirza, Indonesia memerlukan investasi yang berpotensi mendorong ekspor agar cadangan devisa (cadev) bisa bertambah. Potensi yang bisa diharapkan dalam hal ini adalah sektor pariwisata.

“Antara sektor tenaga kerja (TKI) dengan sektor pariwisata, yang lebih memungkinkan untuk bisa berkembang jauh lebih pesat ya pasti sektor pariwisata. Saya percaya peluang masih besar untuk ekspor tetapi tidak harus , ekspor komoditas saja, tambang, perkebunan, tapi pariwisata itu masa depan Indonesia terkait penerimaan devisa,” jelasnya.

Ia menilai, sektor pariwisata akan menjadi sektor pendorong pertumbuhan ekonomi ke depan, meski saat ini kontribusinya masih 1,9% Produk Domestik Bruto (PDB)

"Kontribusi pariwisata terhadap GDP Indonesia sendiri mencapai 1,9 persen. Jadi potensinya masih besar seiring dengan makin meningkatnya jumlah wisatawan," ujarnya.

Berdasarkan data The World Travel & Tourism Council (WTTC), kontribusi langsung sektor pariwisata terhadap PDB di negara-negara yang menjadi tujuan pariwisata dunia, menunjukkan tren peningkatan.

Spanyol dan Singapura, yang masing-masing menempati urutan pertama dalam Travel & Tourism Competitiveness Index di Dunia dan ASEAN, kontribusi pariwisata terhadap PDB-nya masing-masing 5,3% dan 4,7% pada 2017.

Sementara itu, dari sisi kontribusi langsung terhadap kesempatan kerja sendiri pariwisata Indonesia baru mencapai 1,6 %, di bawah Spanyol yang 4,8% dan Singapura 4,6%.

Sedangkan kontribusi pariwisata terhadap investasi di Indonesia pada tahun ini mencapai US$ 14 miliar , di bawah Spanyol yang US$ 18,1 miliar, tetapi di atas Singapura yang US$ 13,8 miliar.

Menurut Mirza, sektor pariwisata akan terus berkembang didukung dengan makroekonomi Indonesua yang kondusif. Adapun perbaikan iklim investasi yang terus terjadi di Indonesia.

"Ini menjadi momentum yang tepat untuk mengundang para investor untuk berinvestasi di sektor yang mempunyai nilai tambah, termasuk sektor pariwisata. Diharapkan hal ini dapat mendukung sustainabilitas ekonomi Indonesia ke depan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×