kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Usulan Cuti Melahirkan 6 Bulan, Ini Kata Ketum HIPPI DKI Jakarta Sarman Simanjorang


Rabu, 22 Juni 2022 / 21:02 WIB
Usulan Cuti Melahirkan 6 Bulan, Ini Kata Ketum HIPPI DKI Jakarta Sarman Simanjorang
ILUSTRASI. Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta Sarman Simanjorang


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. DPR dalam waktu dekat akan membahas Rancangan Undang – Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) yang salah satu pasalnya memuat hak cuti melahirkan 6 bulan dan cuti suami selama 40 hari.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta Sarman Simanjorang, berharap agar Pemerintah dan DPR melakukan kajian dan evaluasi yang mendalam sebelum menetapkan UU tersebut.

“Karena hal ini menyangkut produktivitas tenaga kerja dan tingkat kemampuan dari masing masing pengusaha,” kata Sarman saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (22/6)

Dia juga menyatakan, wacana cuti hamil selama 6 bulan dan cuti suami 40 hari harus mempertimbangkan dari berbagai aspek, mulai tingkat produktivitas, kemampuan pelaku usaha dan dampak terhadap pelaku UMKM.

Baca Juga: Cuti Melahirkan Jadi 6 Bulan di RUU KIA, Presiden Aspek Mirah Sumirat Beri Apresiasi

“Perlu suatu kajian yang mendalam apakah harus 6 bulan atau cukup 4 bulan misalnya, kemudian apakah cuti suami 40 hari juga menjadi keharusan?,” tuturnya.

Dijelaskannya, jika suami istri bekerja ditempat yang berbeda dan suami cuti selama 40 hari dikantornya, hal ini tentu akan mengganggu kinerja dan produktivitasnya di perusahaan tempat dia bekerja.

Dia mengatakan, berdasarkan data dari Asian Productivity Organization (APO) tahun 2020 menunjukan, posisi produktivitas per pekerja Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia. Bahkan produktivitas pekerja Indonesia berada diurutan 107 dari 185 Negara di dunia.

“Jangan sampai kebijakan ini akan semakin menurunkan peringkat produktivitas tenaga kerja kita yang sudah jauh tertinggal,” pungkas Sarman.

Pertimbangan berikutnya, dari sisi pelaku usaha UMKM. Berdasrkan data Kementerian koperasi dan UKM tahun 2019 mencatat jumlah tenaga kerja UKM sebanyak 119,6 juta orang setara dengan 96,92% total tenaga kerja Indonesia, sisanya 3,08% berasal dari usaha besar.

Dijelaskanya, pelaku UMKM memiliki tenaga kerja antara 1-4 orang, bisa dibayangkan jika pekerja wanitanya cuti selama 6 bulan dan harus mengeluarkan gaji selama cuti tersebut, apakah dari sisi financial UMKM tersebut memiliki kemampuan.

“Nah hal-hal seperti ini harus menjadi pertimbangan dan perhatian karena akan menyangkut nasib 60 juta UMKM kita. Kalau dikalangan pelaku usaha kelas Menengah dan besar serta dilingkungan Pemerintah masih besar kemungkinan kebijakan ini dapat diterapkan namun sepertinya akan sulit bagi pelaku UMKM,” tuturnya.

Baca Juga: Ada Perluasan Cuti Melahirkan di RUU KIA, Pengusaha Minta Ditimbang Lagi

Jika dilihat dari sisi kesehatan, Sarman mendukung penuh kebijakan ini. Namun pihaknya memohon agar pemerintda dan DPR mempertimbangkan dampak dan cara mensiasati kebijakan tersebut.

Dia juga berharap agar sinkronisasi RUU ini dengan UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dilakukan secara cermat. sehingga tidak menimbulkan dualisme kebijakan yang nantinya membingungkan pelaku usaha maupun pekerja.

“Kita juga menginginkan RUU ini agar melibatkan pelaku usaha dari berbagai sektor dan kelas sehingga nantinya dapat merumuskan kebijakan dan tepat dan produktif,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×