kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45982,91   -7,46   -0.75%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Usakti tagih janji Menristekdikti jadi perguruan tinggi negeri


Kamis, 12 April 2018 / 22:04 WIB
Usakti tagih janji Menristekdikti jadi perguruan tinggi negeri
ILUSTRASI.


Sumber: TribunNews.com | Editor: Dikky Setiawan

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Universitas Trisakti (Usakti) menagih janji Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) yang akan menjadikan kampus tersebut Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) Otonom.

Janji pemerintah tersebut merupakan tindak lanjut dari putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) tahun 2016 yang memperkuat status Usakti sebagai aset milik negara.

"Kami bingung dengan langkah Menristekdikti terhadap kampus ini. PK dari MA tegas menyatakan bahwa Usakti sebagai aset negara, tapi keputusan untuk menjadikan kampus ini sebagai PTN justru berlarut-larut," ungkap dosen dan sekaligus Wali Amanat Usakti Advendi Simangunsong, Rabu (11/4).

Advendi menuturkan, langkah Menristekdikti menempatkan Ali Ghufron Mukti, Dirjen Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Pendidikan Tinggi sebagai Pjs Rektor Usakti juga tidak memberikan titik terang. Sejak menjabat November tahun 2016, Gufron praktis tidak melakukan kebijakan yang mengarah pada pelaksanaan Keputusan PK dari MA tersebut.

Sebenarnya, kata Advendi, jika Kemenristekdikti berniat mengurus status Usakti, hal itu bisa diselesaikan dalam waktu yang singkat, tidak sampai bertahun-tahun. “Asal ada kemauan dari kementerian, bikin rancangan dua hari juga bisa,” katanya.

Advendi menceritakan, ketika Kemenristekdikti menyatakan masuk ke dalam Usakti, pihaknya saat itu tengah dalam proses pemilihan rektor.

Namun proses tersebut dihentikan lantaran Kemenristekdikti berjanji akan mengurus kelembagaan Usakti terlebih dulu. Kemenristekdikti lalu mengangkat Pjs dari kementerian untuk menjabat rektor dan mengurusi status kelembagaan Usakti.

Tapi janji tersebut sampai saat ini makin jauh untuk terealisasi. Yang terjadi adalah perpecahan di kampus dengan. Pjs memberhentikan orang-orang yang dianggap menentang, dan memperpanjang masa bakti orang-orang mendukung keberadaannya.

"Itu tidak sesuai dengan surat tugas Pjs Rektor untuk mengambil tindakan yang hanya bersifat di bidang Tridarma,” katanya.

Karena dengan status itu, aset Usakti yang merupakan milik negara lebih terjamin. Salah satu korban bersih-bersih itu adalah Yuswar Zainul Basri yang menjabat sebagai Wakil Rektor Usakti. Yuswar diberhentikan Menristekdikti berdasarkan Kepmen Nomor 458/M/KPT.KP/2017 tertanggal 3 November 2017.

Namun pemberhentian tersebut mendapat penolakan dari kalangan kampus. Pasalnya tidak ada aturan dimana wakil rektor diberhentikan oleh menteri.

“Jangankan Usakti, di perguruan tinggi negeri manapun yang berbadan hukum, menteri hanya punya hak 35% melalui majelis wali amanatnya, tapi ini kok menteri malah memberhentikan seorang pembantu rektor, ini betul-betul kebablasan,” katanya.

Akibat pemecatan tersebut, Yuswar pun menggugat Menteri Menristekdikti dan Pjs Rektor Usakti, pada Desember 2017. Hingga saat ini, gugatan tersebut masih berjalan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Pada Rabu (11/4), dalam persidangan giliran Menristekdikti yang menghadirkan saksi ahli. Saksi ahli yang dihadirkan adalah Maruarar Siahaan, pakar hukum tatanegara yang juga merupakan mantan Hakim Mahkamah Konstitusi.

Dalam persidangan, Maruarar mengatakan bahwa pemerintah memiliki kewenangan mencampuri ke dalam universitas dalam rangka menjalankan urusan pemerintahan di bidang pendidikan. Namun hal itu justru menjadi pertanyaan Yusril Ihza Mahendra, Kuasa Hukum Yuswar.

Menurut Yusril, kewenangan Mensristekdikti seharusnya hanya sampai penunjukkan pejabat rektor sementara (Pjs), tidak sampai ke Wakil Rektor. “Sampai sebatas menunjuk Pjs rektor saya kira iya, tapi kalau sampai memberhentikan pembantu rektor, apa itu masih termasuk urusan pemerintahan? Atau itu sekedar soal personalia? Apakah tindakan menteri tidak terlalu jauh?,” tanyanya.

Seharusnya, lanjut Yusril, jika ada persoalan di dalam kampus, maka Pjs itulah yang seharusnya mengambil keputusan, tidak perlu sampai ke level menteri. “Jalannya universitas sementara menjadi wewenang Pjs, jika ada persoalan apa menteri harus selalu turun langsung? Sampai kapan? Lalu apa gunanya mengirim Pjs?,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×