kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Upaya Terus Menegakan Perlindungan Kekayaan Intelektual Perlu Dilakukan


Selasa, 21 Desember 2021 / 17:32 WIB
Upaya Terus Menegakan Perlindungan Kekayaan Intelektual Perlu Dilakukan
ILUSTRASI. Ilustrasi hak kekayaan intelektual atau hak cipta. Upaya Terus Menegakkan Perlindungan Kekayaan Intelektual Perlu Dilakukan.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Upaya-upaya perlindungan kekayaan intelektual perlu dilakukan secara berkesinambungan oleh seluruh pemangku kepentingan kekayaan intelektual, baik melalui peraturan dan kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah maupun pelaku usaha dalam melindungi produknya dari praktik-praktik pemalsuan/pembajakan serta masyarakat umum yang memahami kerugian yang disebabkan apabila menggunakan produk palsu/ilegal.

Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) Executive Director Justisiari P. Kusumah mengatakan secara berkala pihaknya melakukan Studi Dampak Pemalsuan Terhadap Perekonomian di Indonesia lima tahun sekali. 

Sejak tahun 2005, MIAP melakukan studi dampak pemalsuan terhadap perekonomian Indonesia, sebagai salah satu upaya memahami bagaimana kecenderungan praktik-praktik pelanggaran kekayaan intelektual di Indonesia dan dampaknya terhadap perekonomian.

Sekretaris Jenderal MIAP Yanne Sukmadewi mengatakan, melalui studi ini pihaknya berharap dapat memberikan manfaat dan gambaran bagi para pelaku usaha atau industri secara luas, sekaligus juga dapat menjadi masukan untuk menstimulasi langkah-langkah perbaikan dari semua pemangku kepentingan untuk terus bekerja sama menghadirkan ekosistem yang lebih aman bagi masyarakat.

Baca Juga: LAN Dorong Pemenuhan Kebutuhan ASN pada Sektor Prioritas Nasional

Hasil Studi Dampak Pemalsuan Terhadap Perekonomian di Indonesia Tahun 2020 menjadi pembaharuan studi yang dilakukan oleh MIAP secara berkala. Melalui kerjasama dengan Institute for Economic Analysis of Law & Policy – Universitas Pelita Harapan (IEALP UPH), studi ini mencakup 8 (delapan) komoditi, yaitu: produk farmasi, kosmetik, barang dari kulit, pakaian, makanan dan minuman, pelumas dan suku cadang otomotif, catridge, dan software di beberapa kota besar di Indonesia.

“Menyikapi kondisi pandemi dan kemudahan mobilisasi, lebih kurang 500 responden diperoleh untuk mengisi kuesioner yang disiapkan di Jakarta dan Surabaya, serta beberapa kota lainnya,” ujar Henry Soelistyo Budi, perwakilan IEALP UPH seperti dikutip dari keterangan tertulis. 

“Selain data dari hasil kuesioner tersebut, kami juga menggunakan data input-output tahun 2010 Badan Pusat Statistik sebagai rujukan” tambah Henry.

Berdasarkan hasil rekapitulasi olah data, studi ini menemukan software masih menempati urutan tertinggi rentan dipalsukan hingga 84,25%, diikuti oleh kosmetik 50%, produk farmasi 40%, pakaian dan barang dari kulit sebesar masing-masing 38%, makanan dan minuman 20%, serta pelumas dan suku cadang otomotif sebesar 15%. Data pemalsuan ini menunjukkan seberapa besar kecenderungan permintaan terhadap produk palsu/ilegal di pasar. 

Baca Juga: Toyota dan Honda digugat perusahaan AS atas pelanggaran paten

Secara nominal, kerugian ekonomi yang disebabkan oleh peredaran produk palsu tersebut mencapai lebih dari Rp 291 triliun, dengan kerugian atas pajak sebesar Rp 967 miliar serta lebih dari 2 juta kesempatan kerja.

“Melalui update tersebut, MIAP mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk tidak menyerah dalam setiap upaya yang dilakukan dalam memberantas pemalsuan” ungkap Yanne Sukmadewi – Sekretaris Jenderal MIAP. 

“Karena hingga saat ini baik pemerintah maupun pelaku usaha telah bahu-membahu mengurangi dampak yang disebabkan oleh pelanggaran terhadap kekayaan intelektual termasuk peredaran barang palsu melalui tugas dan fungsinya masing-masing” lanjut Yanne.




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×