Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, setoran pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 masih mengalami peningkatan pada periode Juli 2023.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, setoran PPh 21 alias pajak karyawan memiliki kontribusi sebesar 11,2% terhadap penerimaan pajak pada Juli 2023. Jenis pajak tersebut juga mampu tumbuh 18,1% year on year (YoY) alias secara tahunan.
Ia menyebut, PPh 21 yang meningkat tersebut sejalan dengan terjaganya utilisasi tenaga kerja dan upah karyawan yang meningkat.
Apabila dilihat secara sektoral, ada tiga sektor utama yang mengalami pertumbuhan PPh 21 yang tinggi, di antaranya industri pengolahan yang tumbuh 17,5%, jasa keuangan dan asuransi dengan pertumbuhan 16,7%, serta perdagangan yang mengalami pertumbuhan 17,7%.
"Ini artinya kegiatan menyerap tenaga kerja dan upah karyawan, PPh 21 adalah pajak dari karyawan atau upah dari karyawan masih menunjukkan adanya peningkatan. Ini bagus terutama dari industri pengolahan yang pertumbuhan PPh 21 nya 17,5%," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita, Jumat (11/8).
Baca Juga: Hingga Akhir Juli 2023, Penerimaan Pajak Tembus Rp 1.109,1 Triliun
Nah, apabila dilihat dari sebaran wilayahnya, tiga provinsi dengan kontribusi PPh 21 terbesar juga menunjukkan pertumbuhan PPh 21 yang signifikan, yaitu DKI Jakarta yang mengalami pertumbuhan 17,7%, disusul Jawa Timur 16,8%, serta Jawa Barat dengan pertumbuhan 15,7%.
"Jadi kalau dilihat dari PPh 21 yaitu pajak dari upah/gaji karyawan menunjukkan bahwa untuk kegiatan ekonomi yang kemudian tercermin dari kegiatan-kegiatan ekonomi mereka, industrinya dan terefleksi atau tercermin dari upah dan gaji karyawan yang menunjukkan adanya positive growth," katanya.
Asal tahu saja, Kemenkeu berhasil mengumpulkan penerimaan pajak sebesar Rp 1.109,10 triliun hingga akhir Juli 2023. Realisasi ini mengalami pertumbuhan 7,8% yang disokong oleh kinerja ekonomi yang baik pada semester I-2023.
Hanya saja, kinerja penerimaan pajak terus mengalami perlambatan yang terutama disebabkan oleh penurunan signifikan harga komoditas, penurunan nilai impor, dan tidak berulangnya kebijakan Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News