Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Rencana dilakukannya upacara militer, dalam rangka pisah sambut presiden terpilih Joko Widodo di istana negara, masih simpang siur. Meskipun pihak istana bersikeras untuk tetap melakukan seremonial tersebut, hal itu akan terbentur sejumlah masalah.
Masalah pertama adalah soal birokrasi. Menurut Menteri Sekretaris Negara Dipo Alam, upacara pisah sambut itu akan dilakukan pasca pengucapan sumpah jabatan Jokowi di gedung majelis permusyawaratan rakyat (MPR) tanggal 20 Oktober 2014.
Adapun pengucapan sumpah dilakukan pada pagi hari, dan upacara pisah sambut dilakukan siang hari. Nah, karena itu maka status SBY ketika upacara itu bukan lagi sebagai presiden, dan keberadaannya di Istana Negara juga menjadi pertanyaan. "Beliau kan hanya menyambut, saya kira ini hal yang bagus," ujar Dipo, Senin (13/10).
Dipo menjelaskan, teknisnya acara tersebut dilakukan setelah acara di gedung MPR selesai. Baik Jokowi dan SBY akan sama-sama kembali ke Istana Merdeka. Nanti, SBY akan tiba lebih dulu, dan menyambut kedatangan Jokowi.
Masalah berikutnya adalah, karena pada saat yang bersamaan rencananya Jokowi akan menghadiri acara kirab budaya, yang digelar oleh relawan pendukung Jokowi. Menanggapi kondisi ini Dipo mengatakan, semua rencana tersebut akan berpulang kepada Jokowi.
Karena pada hari itu Jokowi-lah yang menjadi presidennya, sedangkan SBY sudah menjadi masyarakat biasa. Namun, Dipo mengingatkan acara pisah sambut itu hal yang perlu diapresiasi.
Dalam sejarahnya tidak pernah ada upacara pisah sambut dilakukan di istana. Menurut cerita di kalangan wartawan senior yang meliput di Istana Kepresidenan, ketika pergantian posisi antara BJ Habibie ke Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dilakukan di gedung MPR, sepaket dalam acara pengambilan sumpah jabatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News