Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia akhir Oktober 2017 tercatat sebesar US$ 341,5 miliar. Angka ini tumbuh 4,8% dibanding bulan yang sama tahun lalu (year on year). Rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir Oktober 2017 tercatat stabil di kisaran 34%.
BI mencatat, kenaikan utang terjadi baik dari sektor swasta dan sektor publik (pemerintah dan bank sentral). ULN sektor swasta tumbuh 1,3%, stabil seperti yang dicatat September yoy.
Sedangkan pertumbuhan utang luar negeri sektor publik tumbuh 8,4% yoy, lebih rendah ketimbang September yang naik 8,5% yoy.
Peneliti Indef Bhima Yudhistira mengatakan, pertumbuhan utang luar negeri swasta yang mengalami stagnasi ini menandakan sektor swasta belum berniat menambah kapasitas produksi atau berekspansi.
Sebanyak 77% ULN swasta terkonsentrasi di empat sektor utama yakni keuangan, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, dan pertambangan
“Keempat sektor tersebut khususnya industri manufaktur masih tumbuh dibawah ekspektasi,” katanya melalui pesan singkat kepada Kontan.co.id, Sabtu (16/12).
Tercatat pada akhir Oktober, ULN di sektor industri pengolahan sebesar US$ 35.784 juta atau turun tipis dari yang pada bulan sebelumnya yang sebesar US$ 35.785 juta. Sementara sektor keuangan yang sebelumnya sebesar US$ 47.862 juta pada akhir September menjadi US$ 47.455 juta pada akhir Oktober.
Adapun pada akhir Oktober, ULN di sektor listrik tercatat US$ 23.511 juta dari bulan sebelumnya yang sebesar US$ 23.513 juta.
Sementara ULN di sektor pertambangan tercatat sebesar US$ 22.869 juta atau turun tipis dari bulan sebelumnya yang sebesar US$ 22.959 juta. "Untuk swasta sebenarnya mereka paham risiko jadi lebih jaga-jaga dengan rem ULN," kata Bhima.
Menurut dia, yang menjadi problem saat ini juga pada ULN BUMN termasuk konstruksi. Tercatat per akhir Oktober 2017, jumlah ULN BUMN nonbank sebesar US$ 27.898 juta.
"Soalnya cashflow rata-rata minus Rp 3 triliun (rata-rata dari empat BUMN karya; WIKA, WSKT, PTPP, ADHI). Bayar utang biasanya pakai utang baru karena likuiditasnya lagi problem. Collateral guarantee dari ULN BUMN balik lagi pakai jaminan APBN. Ini kalau tidak hati-hati bisa sistemik ke fiskal," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News