Reporter: Uji Agung Santosa | Editor: Test Test
JAKARTA. Pemerintah akan menggali potensi dana investor dari Timur Tengah untuk memenuhi kebutuhan investasi maupun pembiayaan defisit anggaran negara. Ajang Pertemuan Menteri Keuangan se-Asia di Dubai akan dijadikan tempat bagi pemerintah untuk mengampanyekan potensi investasi di Indonesia.
Pertemuan itu juga akan dihadiri sekitar 150 investor besar asal Timur Tengah yang akan berkumpul dalam forum khusus. "Kami sedang menyelidiki segala kemungkinan investasi dan berbagai upaya untuk mendukung pembiayaan, baik dari investasi langung maupun obligasi," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu di Jakarta, Senin (6/10).
Walaupun masih dalam taraf penjajakan, namun pemerintah yakin mampu meyakinkan investor Timur Tengah. Pasalnya, 150 investor yang hadir dalam pertemuan tersebut cukup prestisius dan memiliki kualitas yang bagus.
Mereka adalah investor kelas atas seperti Saudi Bank, Dubai Investment Bank, atau Qatar Investment Bank. "Selain itu, ada juga investor individual, badan penanaman modal, dan perusahaan asuransi," ujar Anggito.
Menurutnya, investor Timur Tengah memiliki kekuatan modal yang tidak sedikit. "Semoga kami bisa meyakinkan investor Timur Tengah bahwa mereka bisa melakukan kontribusi terhadap situasi global saat ini," imbuh Anggito.
Untuk investasi langsung (FDI) para investor Timur Tengah barangkali akan tertarik dengan sektor pertambangan, telekomunikasi, infrastruktur, dan energi. Nah, pemerintah akan menawarkan beberapa sektor tersebut dengan menggelar temu investor.
Selain investasi langsung, pemerintah tetap akan mencoba untuk menerbitkan obligasi syariah (sukuk) negara dalam denominasi valuta asing. Pemerintah akan menawarkan bermacam-macam paket untuk menarik investor negeri minyak tersebut. "Dana dari sukuk bisa digunakan untuk pengerjaan program pemerintah maupun murni pembiayaan defisit,"
ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Bappenas Paskah Suzetta mengatakan pemerintah akan mencari stanby loan sebesar US$ 2 milliar untuk menjadi bantalan APBN dalam menghadapi krisis keuangan saat ini. Dana pinjaman sebesar itu di luar dari kebutuhan pembiayaan defisit RAPBN 2009 sebesar 1,7% dari PDB atau sekitar US$ 98 triliun.
Pemerintah akan mengandalkan pinjaman dari lembaga donor multilateral seperti Bank Dunia untuk pinjaman sebesar itu. Pemerintah paham bahwa akan sangat sulit mencari pinjaman dari kerjasama bilateral.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News