Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Imbal hasil atau yield obligasi pemerintah Indonesia sedang naik dan lebih tinggi jika dibandingkan yield obligasi pemerintah di negara-negara lain. Sebagai contoh, yield SBN tenor 10 tahun saat ini sekitar 7,4%. Imbal hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan obligasi negara Filipina tenor sama yang sebesar 7,2%.
"Yield yang meningkat sekarang ini dipicu tingginya suku bunga atau yield di luar negeri yang kemudian mendorong investor melepas SBN. Hal ini menyebabkan turunnya harga SBN sekaligus meningkatkan yield," ujar Direktur Eksekutif Segara Institue Piter Abdullah kepada Kontan.co.id, Selasa (18/10).
Menurutnya, kenaikan yield di kondisi saat ini tidak bisa terelakkan. Pasalnya semua negara juga mengalami kenaikan yield di tengah likuiditas global yang memang menurun.
Sementara itu, Kepala Ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution mengatakan yield SBN yang masih tinggi tidak terlepas dari ketidakpastian yang masih tinggi terhadap prospek ekonomi dunia ke depan.
Baca Juga: Jelang RDG BI Besok, Kurs Rupiah Rp 15.480, Inflasi 0,05%, CDS & Yield SBN Naik
Ia menyebut, laju inflasi yang tetap tinggi diikuti kenaikan suku bunga acuan yang agresif akan membuat pertumbuhan ekonomi dunia semakin menurun, bahkan berpeluang mengalami stagflasi atau resesi.
"Data makroekonomi sejumlah negara maju seperti Eropa, Amerika, Jepang dan lain-lain mengindikasikan bahwa peluang terjadinya resesi ekonomi disana semakin besar, yang berarti peluang terjadinya resesi ekonomi global juga meningkat," ujar Damhuri.
Dengan kondisi tersebut menyebabkan persepsi pelaku pasar global terhadap risiko berinvestasi di emerging market meningkat dan mendorong sebagian pelaku pasar global mengalihkan portofolionya ke aset-aset yang lebih aman seperti US Treasury.
Dus, outflow dari emerging market termasuk Indonesia juga meningkat sehingga menyebabkan yield SBN menjadi naik.
"Peningkatan outflow ini menyebabkan yield SBN menjadi naik," katanya.
Bank Indonesia (BI) sudah merespons dengan menaikkan suku bunga acuannya 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7 DRR) untuk menahan agar outflow tidak semakin deras dan sekaligus menahan pelemahan nilai tukar rupiah.
Hanya saja, Damhuri menilai, apabila dibandingkan dengan negara lain, kinerja pasar obligasi Indonesia masih relatif lebih baik sebagaimana ditunjukkan oleh kenaikan yield-nya yang tidak sebesar negara lain. Menurutnya, hal ini tidak terlepas dari kinerja makroekonomi Indonesia yang masih bagus dan terjaga hingga saat ini.
Baca Juga: Resesi dan Inflasi Tinggi, Risiko Obligasi Korporasi Bisa Meningkat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News