Reporter: Dyah Megasari |
JAKARTA. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) belum merencanakan pembentukan tim pencari fakta terkait bentrokan yang terjadi di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.
Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kemenkumham, Harkristusi Harkrisnowo mengatakan, pihaknya masih berkoordinasi dengan instansi lain terkait insiden tersebut. "Belum ada keputusan, masih harus ada rapat-rapat koordinasi terlebih dahulu," kata Harikristuti saat dihubungi wartawan, Senin (26/12).
Harkristusi menjamin, kementerian pasti akan mengambil langkah terkait bentrokan yang menyebabkan tiga orang tewas dan kerusakan fasilitas tersebut. Minimal, Kemenkumham melakukan kajian HAM atas peristiwa itu. "Pasti kami akan ada kajian soal bentrokan Bima itu," janji Harkristuti.
Dugaan pelanggaran hukum, ujarnya akan diserahkan ke pihak Kepolisian. Seperti diberitakan sebelumnya, bentrok di Bima berawal dari upaya aparat keamanan membubarkan aksi unjuk rasa warga yang memblokade ruas jalan menuju Pelabuhan Sape, Bima, 24 Desember lalu. Akibatnya, terjadi bentrokan yang menyebabkan tiga orang tewas serta lainnya luka-luka.
Korban tewas adalah Arief Rahman (19), Syaiful (17), dan Ansyari (20). Ketiga tewas setelah diterjang peluru yang diyakini berasal dari pihak aparat keamanan yang terdiri dari 250 personel Polres Kota Bima, 60 personel gabungan intel dan Bareskrim, serta 60 personel Brimob Polda NTB. Ketiga korban, bersama puluhan pengunjuk rasa lainnya, menutup jalur lalu lintas ke Pelabuhan Sape sejak 20 Desember 2011.
Informasi dari Kadiv Humas Polri Irjen (Pol) Saud Usman Nasution menyebutkan, pengunjuk rasa ini menuntut pencabutan SK Bupati Bima Nomor 188 Tahun 2010 tentang izin pertambangan PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) dan pembebasan seseorang berinisial AS, tersangka pembakaran kantor Camat Lumbu yang terjadi pada 10 Maret 2011 dan telah diserahkan ke kejaksaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News