Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan mantan Menteri Perdagangan periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, sebagai tersangka dalam kasus impor gula.
Penetapan ini terkait dua izin impor gula kristal mentah (GKM) yang diberikan kepada perusahaan swasta pada 2015 dan 2016.
Khudori, pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), menjelaskan bahwa langkah Tom Lembong dalam memberikan izin impor tersebut dianggap menyalahi aturan.
Baca Juga: Kejagung Duga Tom Lembong Rugikan Negara Rp 400 Miliar Karena Beri Izin Impor Gula
Pada 2015, Tom Lembong memberikan izin impor 105.000 ton GKM kepada PT AP, sebuah perusahaan swasta, padahal peraturan menyatakan bahwa hanya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berhak melakukan impor gula.
Khudori juga mengungkapkan kasus kedua, yaitu pada Januari 2016 ketika Tom Lembong kembali mengeluarkan izin impor 300.000 ton GKM kepada PT PPI (Perusahaan Perdagangan Indonesia), sebuah BUMN non-pabrik gula.
"Tom Lembong disalahkan karena menunjuk PPI, yang bukan BUMN produsen gula, untuk mengimpor GKM. Padahal, sesuai aturan, yang diizinkan adalah impor gula kristal putih (GKP)," ujar Khudori dalam keterangannya kepada Kontan.co.id, Rabu (30/10).
Baca Juga: Kejagung Tetapkan Eks Mendag Thomas Lembong Jadi Tersangka Korupsi Impor Gula
Impor GKM ini kemudian diolah menjadi GKP oleh pabrik gula rafinasi, yang sebenarnya hanya berlisensi memproduksi gula kristal rafinasi (GKR) untuk kebutuhan industri, bukan untuk konsumsi masyarakat umum.
Akibatnya, gula tersebut dijual dengan harga tinggi di pasar, mencapai Rp 16.266 per kilogram pada Juli 2016, jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) waktu itu yang sebesar Rp 13.000 per kilogram.
Menurut Khudori, keputusan impor ini memicu gejolak harga gula di pasar karena suplai gula tidak memadai sementara permintaan tetap tinggi.
"Langkah ini menyalahi aturan, baik dari sisi proses impor maupun penugasan pengelolaannya. Hasilnya, para pedagang menahan stok gula untuk menaikkan harga," tegas Khudori.
Kejagung juga menemukan bahwa gula impor yang diolah oleh pabrik gula rafinasi tidak digunakan untuk operasi pasar, melainkan dijual kepada masyarakat melalui distributor dengan harga yang jauh di atas HET.
Baca Juga: Respons Tom Lembong Setelah Ditetapkan Tersangka dan Ditahan Kejagung
Selain Tom Lembong, Direktur Pengembangan Bisnis PPI periode 2015-2016 berinisial CS atau Charles Sitorus, juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Khudori menyarankan agar Kejagung tidak hanya fokus pada kasus Tom Lembong, tetapi juga memeriksa keseluruhan kebijakan impor pangan yang berpotensi merugikan negara.
“Kekacauan dalam impor pangan bukan hanya terjadi pada gula, tapi juga pada komoditas lain seperti beras, garam, kedelai, dan daging,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News