Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) melalui Lembaga Bantuan Hukum Harapan Bumi Pertiwi, telah mengirimkan surat kepada Kementerian Kesehatan pada Rabu (31/7).
Surat berisi permohonan klarifikasi apakah benar Kementerian Kesehatan RI sedang membahas draf Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Pelaksanaan, yang merupakan turunan dari Peraturan Presiden No 82 Tahun 2018, Pasal 55 ayat 7.
Surat tersebut merupakan tindak lanjut dari pertemuan KPCDI dan LBH Harapan Bumi Pertiwi saat audiensi bersama BPJS Kesehatan di kantor Pusat BPJS Kesehatan, Jakarta, Selasa (09/7) lalu.
Dalam pertemuan tersebut, analis Jaminan Pembiayaan Manfaat Rujukan, dr. Hidayat Sumintapura, M.kes mengatakan, Kementerian Kesehatan tengah membuat draf Pedoman Pelaksana (Manlak) terkait rujukan berjenjang dengan kondisi tertentu.
Hidayat menambahkan, dalam Perpres No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, Pasal 55, point 7 berkaitan dengan rujukan, dalam kondisi tertentu akan diatur lewat Peraturan Menteri Kesehatan. Hemodialisa adalah salah satu unsur yang dimaksud dalam keadaan khusus itu.
Bila nanti Peraturan Menteri Kesehatan tersebut dikeluarkan, pasien cuci darah sudah tidak perlu lagi mengurus rujukan berjenjang per tiga bulan sekali.
Menyikapi hal itu, KPCDI pun mempertanyakan kapan draf Peraturan Menteri Kesehatan itu akan diundangkan. Pasalnya, KPCDI menolak sistem rujukan berjenjang terhadap pasien gagal ginjal yang diberlakukan setiap tiga bulan sekali oleh BPJS Kesehatan.
"Aturan itu sangat memberatkan kondisi kesehatan pasien yang harus melakukan perawatan kesehatan seumur hidup mereka," tegas ketua umum KPCDI Tony Samosir di Jakarta, Kamis (1/8).
KPCDI lantas mengusulkan jangan hanya hemodialisa saja, tetapi juga pasien CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis) dan Post Transplantasi Ginjal. "Mereka juga mempunyai kebutuhan yang sama sebagai pasien gagal ginjal kronik," kata Tony.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News