Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah masih mempunyai pekerjaan besar dalam mengatasi kemiskinan di Indonesia. Pasalnya saat ini terdapat 16 provinsi dari 34 provinsi yang tingkat kemiskinannya masih tinggi dari target rata-rata nasional.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo menargetkan angka kemiskinan bisa terus ditekan ke kisaran 6,5-7,5% pada tahun 2024.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa mengatakan, pemerintah terus berupaya untuk menurunkan angka kemiskinan di setiap daerah utamanya untuk mencapai target diakhir masa kepemimpinan Presiden Jokowi.
Menurutnya dalam mengatasi kemiskinan biasanya dilakukan dengan tiga pendekatan. Pertama, memberikan bantuan sosial untuk mengurangi beban pengeluaran dan meningkatkan daya beli.
Kedua, pemberdayaan sosial dan ekonomi yang memberikan jaminan peningkatan pendapatan secara berkelanjutan, seperti perluasan lapangan kerja. Ketiga, secara parallel melakukan perluasan akses pelayanan dasar untuk membangun sumber daya manusia.
Meski begitu, Suharso mengatakan terdapat tantangan dalam menurunkan angka kemiskinan khususnya kemiskinan ekstrim yang ditargetkan mencapai 0% di 2024. Hal ini karena adanya perbedaan standar perhitungan kemiskinan ekstrem yang digunakan pemerintah dengan global.
“Satu PR yang sedang dihadapi kita adalah metode penghitungan kemiskinan ekstrem,” katanya.
Baca Juga: Pendapatan per Kapita RI Bakal Disalip Vietnam, Ini Penjelasan Kepala Bappenas
Dia menjelaskan, saat ini garis kemiskinan ekstrem dihitung dengan purchasing power parity (PPP) sebesar US$ 1,9 per hari. Dengan standar tersebut, jumlah masyarakat miskin yang harus diatasi sebanyak 5,8 juta jiwa.
Namun, saat ini standar garis kemiskinan yang digunakan program global Sustainable Development Goals (SDGs) dihitung dengan PPP sebesar US$ 2,15 per hari.
Dengan standar kemiskinan yang digunakan saat ini, pemerintah perlu mengentaskan 2,9 juta orang miskin per tahunnya, untuk mencapai 0% kemiskinan ekstrem pada 2024. Sementara itu, bila menggunakan perhitungan global, maka pemerintah perlu mengentaskan 3,35 juta orang miskin per tahunnya.
“Sekarang pemerintah masih menggunakan angka US$ 1,9 PPP kalau menggunakan angak SDG's itu sekarang di angka US$ 2,15 PPP. Dan kalau ini kita gunakan maka kemiskinan ekstrem itu naik ke 6,7 juta sehingga, setiap tahun dan mulai tahun ini harus menurunkan ke 3,35 juta,” jelasnya.
Dengan standar kemiskinan manapun yang digunakan, Dia memastikan pemeirntah terus berupaya mengentaskan kemiskinan termasuk kemiskinan ekstrim. Upaya yang dilakukan salah satunya dengan pengurangan kemiskinan melalui pendekatan multidimensi.
Diantaranya, membantu rumah tangga yang sumber penerangannya bukan listrik, memberi akses air bersih, memberikan imunisasi dasar pada anak usia 12 hingga 23 bulan, menangani penduduk yang kekurangan gizi, juga menangani penduduk yang mengalami gangguan mental.
“Pendekatan multidimensi ini memang ada yang sukses dan ada yang sebagian besar masih punya persoalan di penerima manfaat yang semestinya. Kita sudah mengembangkan regsosek dan mudah-mudahan kedepan bisa digunakan,” harapnya.
Untuk diketahui, 16 provinsi yang tingkat kemiskinannya masih tinggi diantaranya, Aceh di kisaran 12% -12,5%, Sumatra Selatan sebanyak 9,5% -10,3%. Lampung sebes 9,5% -10,%, Bengkulu ada 13,5%-14%, Jawa Tengah sebesar 9,5%-10%, Jawa Timur sebanyak 8,5%-8,9%, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY ) sebesar 10,85%-11,2%.
Kemduian, Gorontalo tingkat kemiskinannya di kisaran 13,7% -14% dari total penduduk, Sulawesi Barat sebesar 8,5% -8,7%, Nusa Tenggara Barat (NTB) sebesar 12,5% -12,85%, Nusa Tenggara Timur sebesar 16,5% -16,9%, Sulawesi Utara sebesar 9,5% -9,8%, Sulawesi Tenggara sebesar 10,00 % -10,3%, Maluku sebesar 14% -14,6%, Papua sebesar 23,50% - 24,005, dan Papua Barat 18,9% -19,2%.
Baca Juga: Jumlah Masyarakat Miskin Ekstrem di Indonesia Berpotensi Melonjak, Ini Penyebabnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News