Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menyatakan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah tim penyidik memperoleh cukup alat bukti.
"Berdasarkan perkembangan penyidikan, tim penyidik menyimpulkan dalam ekspose perkara bahwa telah terdapat alat bukti yang cukup untuk menetapkan dua orang tersangka baru," ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (26/2) malam.
Baca Juga: Modus Lama Digunakan dalam Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah Pertamina
Dua tersangka yang ditetapkan adalah Maya Kusmaya (MK), selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, serta Edward Corner (EC), selaku Vice President Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.
Setelah menjalani pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan sehat, kedua tersangka langsung ditahan oleh tim penyidik untuk 20 hari ke depan.
Dalam kasus ini, MK dan EC, atas persetujuan Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, diduga melakukan pembelian bahan bakar dengan kadar Research Octane Number (RON) 90 atau lebih rendah, tetapi dengan harga setara RON 92.
Akibatnya, PT Pertamina Patra Niaga harus membayar harga impor produk kilang yang lebih tinggi dari kualitas sebenarnya.
Selain itu, MK diduga memerintahkan EC untuk melakukan pencampuran (blending) produk kilang jenis RON 88 (premium) dengan RON 92 (pertamax) di fasilitas penyimpanan PT Orbit Terminal Merak, yang dimiliki oleh tersangka MKAR dan GRJ.
Produk hasil pencampuran tersebut kemudian dijual dengan harga setara RON 92, yang tidak sesuai dengan prosedur pengadaan produk kilang dan model bisnis PT Pertamina Patra Niaga.
Baca Juga: Prabowo Buka Suara Soal Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah di Pertamina
MK dan EC juga diduga melakukan pembayaran impor produk kilang dengan metode spot atau penunjukan langsung, bukan dengan metode term atau pemilihan langsung yang lebih menguntungkan. Hal ini menyebabkan PT Pertamina Patra Niaga harus membayar harga impor yang lebih tinggi kepada mitra usaha atau DMUT.
Lebih lanjut, keduanya juga mengetahui dan menyetujui adanya penggelembungan (mark-up) biaya pengiriman (shipping contract) yang dilakukan oleh tersangka Yoki Firnandi (YF), selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
Akibatnya, PT Pertamina Patra Niaga harus membayar biaya tambahan sebesar 13% hingga 15% secara melawan hukum.
Biaya tersebut kemudian dialirkan kepada MKAR, selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, dan DW, selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa.
Baca Juga: Dirut Pertamina Patra Niaga Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah
Akibat praktik melawan hukum ini, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp193,7 triliun.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Selanjutnya: Rupiah Masih Berpeluang Lanjut Melemah pada Kamis (27/2)
Menarik Dibaca: Promo Pizza Hut Spesial Ramadan 1-2 Maret 2025, 2 Pizza + Wingstreet Hanya Rp 249.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News