Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana peleburan PT Taspen dan PT Asabri ke dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan belum ada titik temu. Oleh karena itulah Komisi IX DPR meminta menteri terkait turun tangan untuk mengatasi hal itu.
Permintaan itu menjadi keputusan rapat kerja Komisi XI DPR dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada Selasa (20/3).
Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri mengatakan, pihaknya mendorong Kementerian Keuangan (Kemkeu) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kem Pan-RB) merancang peraturan pemerintah (RPP) sebagai payung hukum peleburan Taspen dan Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan.
Namun begitu, dia mengaku, sejauh ini upaya tersebut masih nihil. Itulah sebabnya rencana peleburan PT Taspen dan PT Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan yang paling lambat tahun 2029, sampai saat ini masih jalan ditempat. Peleburan itu menjadi mandat UU No 24 Tahun 2011.
"Saya sudah bersurat dengan Menteri Keuangan dan Menteri PAN-RB. Namun dalam kebijakan ini, bukan kami yang menjadi leading, makanya saya juga meminta Komisi IX untuk bisa mendorong Kementerian Pan-RB memulai leading regulasi lanjutan untuk peleburan," jelas Hanif dalam rapat kerja Komisi IX, Selasa (20/3).
Meski batas waktu peleburan masih 10 tahun lagi, Hanif menilai, saat ini sudah harus ada rancangan peta jalan transformasi atas kebijakan tersebut. Hanya saja, dia melanjutkan, pembuatan peta jalan itu juga terganjal dari pihak Asabri dan Taspen yang enggan menjalankan transformasi. "Taspen dan Asabri butuh perhatian khusus dari Komisi IX untuk bertransformasi, mestinya jangan jalan belok-belok," jelas Hanif.
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf meminta Kemnaker tetap menjadi leading dari kebijakan tersebut serta terus mendorong percepatan peleburan itu. "Para menteri harus turun tangan, segera buat blue print sampai 2029 seperti apa, biar jelas pelaksanaannya," terang Dede. DPR khawatir, tanpa blue print, kebijakan pemerintah bisa berubah lagi. Pasalnya, sering kali kebijakan berubah saat ganti kepemimpinan.
Dede juga meminta pemerintah mulai membagi spesifikasi Taspen dan Asabri yang bisa diberikan ke BPJS Ketenagakerjaan. Misalnya pada Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), sudah semestinya diserahkan ke BPJS Ketenagakerjaan. "Kalau tidak dibagi dari sekarang, Undang-Undang BPJS bisa dilarang," papar politisi Partai Demokrat itu.
Dihubungi terpisah, Direktur Utama PT Asabri Sonny Widjaja mengaku enggan melebur dengan BPJS Ketenagakerjaan. Pasalnya, kategori jaminan ketenagakerjaan untuk TNI berbeda dengan pekerja sipil. "Kalau masuk disana, mau ditaruh di mana penghargaan prajurit dan polisi yang (gugur) menghadapi musuh, ini tidak bisa," katanya.
PT Asabri tetap meminta kekhususan dalam mengelola jaminan ketenagakerjaan. Untuk itu Sonny meminta berdiskusi dengan pemerintah untuk merevisi UU SJSN. "Iya, kita akan membuat saran untuk revisi. Karena (peleburan) tidak mungkin," tegas Sonny.
Berdasarkan laporan keuangan terbaru, Asabri memiliki aset Rp 36,59 triliun per tahun 2016. Laba pada tahun itu mencapai Rp 537,63 miliar. Jelas, ini nilai besar untuk dilebur ke BPJS Naker.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News