Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Uji Agung Santosa
BOGOR. PT Taspen (Persero) menyiapkan gugatan hukum kepada dua perusahaan properti yang diduga melakukan wanprestasi investasi. Perusahaan properti ini dinilai tidak memberikan imbal hasil yang wajar dan tidak transparan dalam pengelolaan investasi perusahaan asuransi pelat merah aparatur negara tersebut.
Direktur Utama Taspen Iqbal Latanro mengatakan, pihaknya telah melayangkan surat teguran hingga mengunjungi langsung perusahaan properti terkait. Namun, sampai saat ini, pemilik perusahaan belum menunjukkan itikad baik untuk mengembalikan dana investasi Taspen. “Karenanya, kami siapkan legal hukumnya untuk kami ajukan gugatan ke pengadilan,” ujarnya, Sabtu (8/11).
Direktur Investasi Taspen Iman Firmansyah mengungkapkan, bermula pada penempatan dana investasi Taspen dengan skema penyertaan langsung pada tahun 1991 silam. Namun, alih-alih berkembang, dana investasi Taspen malah mandek. Sudah tiga tahun terakhir ini, Taspen melakukan penagihan.
Hasilnya, saat ini, Taspen baru memperoleh sekitar 50% dari penyertaan langsung mereka ke properti tersebut. Itu pun separuh dari pengembaliannya dalam bentuk tunai dan unit-unit properti. Properti ini adalah gedung perbelanjaan di Jakarta dan Surabaya.
Menurut dia, mitra Taspen dalam berinvestasi ini tidak menunjukkan itikad baik karena tidak memberi laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban terhadap pengelolaan dana. “Mereka selalu beralasan masih membutuhkan dana pengembangan, tetapi kami kira prospeknya sudah tidak bagus,” katanya.
Sayangnya, Iman masih belum mau berkomentar soal jumlah investasi Taspen terhadap perusahaan properti tersebut. Iman juga belum mau mengungkap jati diri mitra investasinya tersebut. “Sembari kami siapkan legal hukumnya, kami juga masih menunggu respon positif mereka,” pungkasnya.
Sampai kuartal ketiga tahun ini, jumlah investasi Taspen tercatat sebesar Rp 119,92 triliun atau tumbuh 22,7% ketimbang periode yang sama tahun lalu, yakni Rp 97,73 triliun. Adapun, penempatannya Rp 80,76 triliun di obligasi, sukuk dan KIK-EBA, Rp 34,58 triliun di deposito, Rp 4,58 triliun di saham dan lain-lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News