Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) alias cukai rokok tetap berlaku mulai 1 Januari 2023. Adapun rata-rata kenaikan tersebut sebesar 10% untuk dua tahun ked epan, yakni 2023 dan 2024.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mewanti-wanti dampak kenaikan tarif cukai rokok ke inflasi. Menurutnya, kenaikan harga rokok tersebut akan turut membuat kenaikan harga barang secara umum.
Imbasnya, penurunan permintaan rokok juga berdampak kepada penurunan produksi. Tentu, hal tersebut memiliki efek negatif terhadap perekonomian Indonesia. Huda turut memperkirakan, kenaikan rata-rata tarif CHT 10% ini akan menyebabkan kenaikan inflasi pada kisaran 0,2% hingga 0,3%.
"Dampak paling utama adalah inflasi, dimana kenaikan harga rokok ini bisa membuat kenaikan harga barang secara umum," ujar Huda kepada Kontan.co.id, Senin (19/12).
Baca Juga: Tarif Cukai Rokok 2023 Naik, Sri Mulyani Pastikan Kelancaran Transisi Kebijakan
Hanya saja, Huda bilang, apabila kenaikan harga rokok bisa dikompensasi ke penerimaan negara yang meningkat, serta menurunkan prevelensi merokok, dirinya tidak mempermasalahkan dampak negatif terhadap perekonomian nasional.
"Saya mendukung kenaikan harga jual eceran (HJE) ini," katanya.
Senada, Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengatakan, kenaikan HJE hanya memiliki dampak terbatas terhadap perekonomian nasional. Terlebih lagi, kenaikan tarif cukai rokok memang akan menurunkan konsumsi rokok, sehingga masyarakat akan membelanjakan uangnya untuk hal yang lebih bermanfaat, misalnya saja untuk pendidikan.
"Expenses atau pengeluaran rumah tangga untuk rokok akan naik, sementara income rumah tangga (RT) umumnya tidak naik, sehingga dampak akhirnya adalah mengurangi belanja RT untuk keperluan lain yang lebih penting," ujar Piter kepada Kontan.co.id, Senin (19/12).
Baca Juga: Sri Mulyani Beberkan Alasan Pemerintah Kerek Tarif Cukai Rokok pada 2023
Namun, Piter menilai, secara historis kenaikan cukai rokok tidak terlalu berdampak dalam menurunkan konsumsi rokok. Untuk itu, perlu upaya lain dari pemerintah untuk dapat menurunkan konsumsi rokok selain lewat kebijakan menaikkan tarif cukai rokok.
"Jadi kalau pemerintah memang ingin menurunkan konsumsi rokok, tidak cukup hanya menaikkan cukai rokok 10%. Perlu upaya lain seperti mempersempit ruang untuk merokok," tandasnya.
Untuk diketahui, pemerintah telah menerbitkan ketentuan mengenai tarif cukai dan batasan HJE melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.010/2022. PMK tersebut telah diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 14 Desember 2022 dan diundangkan pada 15 Desember 2022.
Sri Mulyani bilang, dalam proses penyusunan PMK tersebut telah melalui konsultasi dengan DPR dan juga audiensi dengan petani tembakau. Pada prinsipnya, dari komisi XI DPR RI telah menyetujui kebijakan besaran tarif cukai rokok yang diusulkan pemerintah.
Sementara itu, dari hasil audiensi dengan para petani tembakau, pemerintah dalam menjalankan kebijakan kenaikan tarif CHT ini akan memperhatikan kepentingan petani tembakau dan tenaga kerja industri tembakau nasional, termasuk dengan meningkatkan upaya dalam mencegah beredarnya rokok ilegal dan memperkuat pengendalian impor tembakau untuk melindungi kepentingan petani tembakau.
Baca Juga: Menkeu Sebut Jumlah Perokok Anak Meningkat Jadi Salah Satu Alasan Tarif Cukai Naik
Bendahara Negara tersebut menyampaikan, kenaikan tarif cukai sigaret rata-rata sebesar 10% pada tahun 2023 dan 2024 dilakukan untuk mendukung target penurunan prevalensi merokok anak. Khusus tarif cukai untuk jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT), kenaikan maksimum sebesar 5% dengan pertimbangan keberlangsungan tenaga kerja.
Selain itu, hasil tembakau berupa Rokok Elektrik (REL) dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL), tarif cukainya juga dinaikkan rata-rata sebesar 15% dan 6% setiap tahunnya untuk dua tahun ke depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News