kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tarif Cukai Naik, Prevalensi Perokok Bisa Turun?


Rabu, 23 November 2022 / 15:28 WIB
Tarif Cukai Naik, Prevalensi Perokok Bisa Turun?
ILUSTRASI. Ilustrasi untuk harga rokok. KONTAN/Muradi/2016/08/25


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memutuskan menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT), salah satu tujuannya untuk meningkatkan edukasi bahaya merokok kepada masyarakat. Termasuk untuk menekan angka prevelansi perokok.

Namun, hal tersebut dinilai tak gampang. Menurut sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, AB. Widyanta, merokok merupakan bentuk dari sosial kultural yang menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi Indonesia dan dipakai di dalam kebiasaan kultural masyarakat. 

Mengenai persoalan perokok remaja, AB Widyanta mencurigai, jangan-jangan datanya memang sudah tinggi sejak dulu, namun baru terbuka beberapa waktu terakhir karena kemajuan teknologi, dan penyebaran informasi yang semakin mudah, melalui media elektronik. 

“Saya sebenarnya sudah bertemu dengan rokok sejak saya kecil, namun saya baru merokok semenjak bergelut di dunia yang penuh pemikiran,” kata dia dalam keterangannya, Rabu (23/11).

Baca Juga: PPATK: Uang Belasan Triliun Masuk RI Tak Dilaporkan ke Bea Cukai sejak 2018

“Kita harus menjadi bangsa yang terbiasa membudayakan perencanaan jangka panjang. Jangan kita naikkan cukai rokok hanya karena krisis ekonomi tanpa ada catatan yang memadai. Roadmap Industri Hasil Tembakau (IHT) sangat diperlukan, supaya terlihat jelas bagaimana arah ke depannya,” katanya.

Ia menambahkan, seharusnya orang Indonesia dibuat sedikit lebih pintar. Kalau misalkan cukai hasil tembakau (CHT) dibuat untuk berhenti merokok, seharusnya pemerintah bisa membuka data orang yang berhenti merokok dari CHT atau dana bagi hasil cukai tembakau (DBHCHT). 

Menurutnya, dia menambahkan, kenaikan cukai rokok hanya menguntungkan pemerintah. 

“Yang mendapatkan keuntungan adalah pemerintah, namun apakah berkorelasi dengan orang berhenti merokok? Realitasnya tidak. Karena orang yang punya daya beli akan terus membeli, dan orang yang tidak memiliki daya beli akan berpikir taktis, dengan membuat atau melinting sendiri dan mencari alternatif lain,” jelasnya. 

Baca Juga: Terbitkan Aturan Baru, Bea Cukai Pertegas Aturan Dokumen Cukai

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa cukai rokok naik tertimbang 10% berlaku untuk tahun 2023 dan 2024. Kebijakan kenaikan CHT juga berlaku untuk rokok elektrik, dengan kenaikan rata-rata 15% untuk rokok elektrik dan 6% untuk HPTL, berlaku setiap tahun naik 15% selama 5 tahun ke depan. 

Menkeu mengaku, kenaikan tarif cukai ini dilakukan untuk menurunkan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7% yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×