kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Tarif cukai akan naik tinggi, ini reaksi Gaprindo


Senin, 29 Oktober 2018 / 14:06 WIB
Tarif cukai akan naik tinggi, ini reaksi Gaprindo
ILUSTRASI. CUKAI ROKOK


Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) meminta pemerintah tidak gegabah dalam memutuskan tarif cukai rokok untuk 2019 mendatang. Kenaikan cukai yang melebihi 10% akan semakin memperparah kondisi industri hasil tembakau (IHT) yang sejak tahun 2016 mengalami penurunan sampai 2 persen tiap tahunnya.

"Ini harus dicatat, beberapa tahun ini industri ini tidak ada perkembangan, bahkan menurun. Menaikkan tarif cukai misalnya di atas 10% bisa menjadi kegaduhan di dalam industri," kata Ketua Gaprindo, Muhaimin Moefti, dalam siaran persnya, Senin (29/10). 

Pemerintah rencananya akan menaikkan harga rokok yang cukup drastis per bungkusnya tahun depan. Cara yang dilakukan adalah dengan menaikkan tarif cukai yang tinggi di atas 10% dan juga kenaikan yang sangat tinggi pada besaran harga banderol atau harga jual eceran.

Dengan naiknya tarif cukai yang tinggi, Moefti melanjutkan, peredaran rokok ilegal akan kembali marak beredar di masyarakat. Hal tersebut bakal menambah beban bagi industri hasil tembakau. Dampak negatif terbesarnya adalah pengurangan tenaga kerja (PHK) yang dilakukan pabrikan rokok.

"Peredaran rokok ilegal yang sudah turun dari 12% menjadi 7% kemungkinan akan marak lagi. Harus diperhitungkan juga bahwa industri ini menyangkut kehidupan 6 juta orang dari petani dan buruh," tegas Moefti.

Peringatan juga datang dari Gabungan Perserikatan Rokok Indonesia (Gappri). Ketua Gappri, Ismanu Soemiran, mengatakan pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang kondusif bagi industri hasil tembakau. "Kalau pemerintah terus naikkan lagi, secara kuantitas akan turun drastis," ujar Ismanu. 

Saat ini, Ismanu meneruskan, dari 600 pabrikan rokok yang memiliki izin, hanya 100 pabrikan yang masih beroperasi setiap harinya. Tak beroperasinya ratusan pabrik tersebut turut berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja. Dari 600 ribu karyawan, kini yang tersisa tinggal 450 ribu pekerja. 

"Pemerintah cari target penerimaan yang lain dan jangan cukai rokok terus yang dinaikkan. Ini sudah sampai titik kulminasi. Kurva pertumbuhan sudah turun," paparnya. 

Sementara itu, Ketua Dewan Penasihat Forum Masyarakat Industri Rokok (Formasi) Andriono Bing Pratikno menambahkan berkurangnya pabrikan rokok di Indonesia disebabkan kebijakan pemerintah yang tak memperhatikan kelangsungan industri hasil tembakau. "Bea Cukai bisa merilis berapa persen yang mati karena policy maker," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×