kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.948.000   47.000   2,47%
  • USD/IDR 16.541   37,00   0,22%
  • IDX 7.538   53,43   0,71%
  • KOMPAS100 1.059   10,21   0,97%
  • LQ45 797   6,35   0,80%
  • ISSI 256   2,43   0,96%
  • IDX30 412   3,30   0,81%
  • IDXHIDIV20 468   1,72   0,37%
  • IDX80 120   1,05   0,88%
  • IDXV30 122   -0,41   -0,34%
  • IDXQ30 131   0,79   0,61%

Tak Nikmati Apapun, Mantan Pejabat Depnakertrans Tetap Divonis 4 Tahun


Rabu, 15 April 2009 / 17:52 WIB


Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Mantan Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri (Binapendagri) Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bahrun Effendi harus menikmati masa pensiunnya di balik jeruji besi. Meski tidak terbuktimenikmati hasil uang korupsi sepeser pun, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi harus menjatuhkan vonis pidana penjara selama empat tahun kepada Bahrun dalam kasus proyek pengadaaan alat balai latihan kerja (BLK) di beberapa daerah. Bahrun juga harus membayar denda kepada negara sebanyak Rp 200 juta atas perbuatannya.

Moerdiono Ketua Majelis hakim dalam perkara ini mengatakan kalau Bahrun terbukti telah memperkaya orang lain atau suatu korporasi dalam proyek pengadaaan alat BLK yang menggunakan Anggaran Belanja Tambahan (ABT) tahun 2004 sebesar Rp 50 miliar. “Melanggar pasal 2 ayat 1 UU No 31 Tahun 1999,” ujar Moerdiono, di Pengadilan Tipikor Rabu (15/04).
Dalam vonisnya, hakim juga menyatakan kalau Bahrun tidak terbukti menikmati hasil dari korupsi ini. Dalam dakwaan jaksa, Bahrun dinilai telah menikmati uang Rp 150 juta dan mobil Nissan X-Trail. “Tidak terbukti menerima dan mobil yang dipakai itu adalah mobil dinas dan sudah dikembalikan,” ujar Moerdiono.

Dalam amar putusannya, Majelis menyatakan Bahrun telah memperkaya Direktur CV Daretta Ery Fuad sebanyak Rp 2,7 miliar, Direktur PT Mulindo, Mulyono sebanyak Rp 4,2 miliar, Direktur PT Panton Pauh Putra, Karnawi sebanyak Rp 2,6 miliar, Direktur PT Suryantara Purna Wibawa Vaylana Dharmawan sebanyak Rp 1,9 miliar, dan Direktur PT Gita Vidya Utama Ines Wulandari sebanyak Rp 2,6 miliar. "Kerugian negara sebanyak Rp 13,6 miliar," ujar Moerdiono lagi.

Bahrun dinilai telah bersekongkol dengan anak buahnya Taswin Zein yang menjadi pimpinan proyek dalam pengadaan alat BLK ini. Bencana buat Bahrun ini dimulai dari adanya rencana Depnakertrans untuk pengadaan proyek ini. “Bahrun membuat disposisi pada Mentri Tenaga Kerja untuk penunjukkan langsung. Padahal ia tahu penunjukkan langsung itu melanggar Keppres No 80 Tahun 2003,” ujar I Made Hendra anggota hakim lainnya.

Setelah mengetahui kalau ABT itu sduah bisa dicairkan, Bahrun bersama dengan Taswin ikut menandatangani kesepakatan bersama untuk menampung dana ABT itu dalam rekening bersama dengan para rekanan. “Padahal pekerjaan pada proyek itu sama sekali belum dilakukan,” ujar Hendra.

Kesalahan Bahrun semakin bertambah saja, dalam persidangan hakim menilai kalau mantan anak buah Fahmi Idris ini terbukti mengumpulkan para kepala BLK untuk menandatangani berita acara penyerahan barang padahal belum ada kegiatan itu. “Semua dilakukan secara sadar,” ujar Moerdiono.

Bahrun sebenarnya bisa tersenyum lega juga karena dakwaan kedua dari jaksa tentang penyuapan kepada auditor Badan Pemeriksa Keuangan Bagindo Quirino dinilai oleh hakim tidak terbukti.

Hakim menilai penyuapan agar hasil audit BPK terhadap proyek ini tidak dipermasalahkan hanya dilakukan oleh Taswin seorang diri saja. “Tidak ada peranan dari Bagindo,” ujar hakim.

Menanggapi putusan ini, Bahrun menyatakan meminta waktu untuk berpikir. Begitupun sikap jaksa yang surat dakwaanya banyak dipatahkan oleh hakim, ia menyatakan minta waktu untuk berpikir lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×