Reporter: Bidara Pink | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) sudah mulai meningkatkan suku bunga kebijakannya. Pada bulan ini, The Fed meningkatkan suku bunga kebijakan sebesar 25 basis poin (bps).
Bank Indonesia (BI) menyiratkan, tidak akan buru-buru menyusul The Fed untuk meningkatkan suku bunga acuannya. BI memilih, untuk mencermati kondisi perekonomian terkini. “Kami akan mempertahankan suku bunga acuan, BI rate di level 3,5% sampai dengan ada tanda-tanda kenaikan inflasi secara fundamental,” tegas Gubernur BI Perry Warjiyo, Kamis (17/3) via video conference.
Nah, dalam merespon kenaikan suku bunga kebijakan The Fed ini, BI akan lebih memilih untuk melakukan penyerapan likuiditas.
Ini sebenarnya sudah dilakukan oleh BI per 1 Maret 2022, yaitu dengan meningkatkan Giro Wajib Minimum (GWM) secara bertahap sehingga secara total pada tahun ini, ada kenaikan GWM sebesar 3,5%.
Baca Juga: Selain Tahan Suku Bunga Acuan, Ini Kebijakan BI Percepat Pemulihan Ekonomi
Peningkatan GWM ini akan menyedot likuiditas perbankan sebesar Rp 156 triliun, tetapi ia mendapuk ini tak akan mengurangi kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit maupun dalam ikut membeli Surat Berharga Negara (SBN).
Perry menjamin likuiditas masih moncer. Ini terlihat dari Alat Likuid per Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang diperkirakan menjadi 31,5% bila pengurangan likuiditas terjadi.
“Ini masih jauh lebih tinggi dari rasio AL/DPK sebelum Covid-19 yang sekitar 21%. Sehingga kami sampaikan kenaikan GWM tak akan mengganggu kemampuan perbankan untuk menyalurkan kredit dan membeli SBN,” katanya.
Selain itu, BI akan merespon dengan menjaga spread imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) dan surat utang AS atau US Treasury. Pasalnya, bila ada kenaikan suku bunga kebijakan AS, US Treasury akan meningkat.
Ia menyebut, saat ini saja US Treasury kemungkinan meningkat ke 2,1%. Padahal, sebelum kenaikan suku bunga kebijakan ini imbal hasil US Treasury ada di posisi 1,3% meski sempat naik ke 1,9%.
Baca Juga: BI Sebut Konflik Rusia-Ukraina Bisa Kerek Harga Minyak Mentah Indonesia
Dalam hal ini, BI akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk menyesuaikan imbal hasil SBN. Untuk saat ini, imbal hasil SBN tenor 10 tahun sudah mengalami penyesuaian menjadi 6,5% setelah sebelumnya tercatat 6,1%.
Respon selanjutnya yang dilakukan oleh BI adalah menjaga nilai tukar rupiah. BI bilang, memang kebijakan The Fed ini akan membawa dampak terhadap nilai tukar rupiah, apalagi bila investor asing kemudian memilih untuk hengkang dari pasar keuangan dalam negeri.