Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Sumber Daya Air (SDA) memasuki babak baru. Selasa (3/4), Badan Legislasi (Baleg) DPR akhirnya mengesahkan draf RUU SDA menjadi rancangan undang-undang inisiatif DPR.
Sepuluh fraksi di Badan Legislasi DPR setuju melanjutkan pembahasan rancangan undang-undang tersebut ke pembicaraan tingkat pertama. Secara umum, pengusaha swasta boleh ikut berbisnis pengelolaan air minum. Namun, RUU SDA memperketat syarat pengelolaan sumber daya air bagi swasta.
Dalam draf RUU SDA yang didapat KONTAN, ada beberapa poin penting yang dimasukkan DPR dalam undang- undang tersebut. Salah satunya berkaitan dengan aturan perizinan pengelolaan SDA untuk kebutuhan usaha.
DPR ingin izin penggunaan air dan sumber daya air yang menghasilkan produk berupa air minum untuk kebutuhan sehari-hari terutama diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Walau masih boleh mengelola SDA, sejumlah syarat harus dipenuhi swasta. Pertama, izin dibatasi untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan jangka waktu investasi yang diberikan kepada mereka.
Kedua, pelibatan swasta bisa dilakukan melalui kerjasama dengan BUMN, BUMD, BUMDes. Swastanya juga harus yang bergerak dalam bidang industri air minum. Ketiga, pelibatan swasta bisa dilakukan melalui penyertaan modal kepada BUMN, BUMD, dan BUMDes.
Wakil Ketua Komisi V DPR, Muhidin mengatakan, pengetatan tersebut dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan pemanfaatan air. Pengetatan juga dilakukan agar harga air minum termasuk air minum dalam kemasan (AMDK) ke depan lebih terjangkau masyarakat. "Poinnya, melalui undang- undang ini kami mau solusi terbaik, kami juga tidak ingin investasi terganggu," katanya, Selasa (3/4).
Ketua Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (Aspadin) Rachmat Hidayat berharap DPR dan pemerintah menyempurnakan draf RUU SDA. Menurut pandangan Aspadin, ada salah interpretasi pemerintah maupun DPR dalam penyusunan draf RUU tersebut.
Salah interpretasi itu menyangkut usaha air minum dalam kemasan (AMDK) dan air minum pemipaan. Aspadin menilai, sampai saat ini baik pemerintah masih memandang usaha AMDK sama dengan air minum pemipaan.
Padahal dua bisnis tersebut berbeda. Untuk bisnis air minum dalam kemasan, swasta akan sulit bekerjasama dengan pemerintah melalui BUMN, BUMD maupun BUMDes. "Berusaha bersama harus dengan kesukarelaan dan pertimbangan strategi masing-masing. Kalau itu kemudian diwajibkan kerjasama oleh undang-undang, artinya sama saja tidak boleh berbisnis AMDK kecuali dilibatkan BUMD, BUMN," katanya.
Pihaknya juga akan meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meninjau draf RUU SDA yang saat ini digodok DPR. "Karena kalau itu benar diatur, konsekuensi besar. Kebijakan tersebut bisa membahayakan pelaku bisnis AMDK dan juga 40.000 orang yang berada dalam bisnis ini akan terancam," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News